Satu Tahun Memerintah, Jokowi-Kalla Buka Suara soal Gesekan Internal Kabinet
Apa sebenarnya yang ada di pikiran Jokowi dan Kalla dan apa yang sebenarnya sedang terjadi di Kabinet Kerja?
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Besok, Selasa (20/10/2015), pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla genap berusia satu tahun. Kembali pada satu tahun yang lalu, kita pasti ingat bagaimana kedua pasangan ini diarak menuju ke Istana. Sebuah arak-arakan penuh harapan.
Namun, harapan yang berlimpah itu hingga kini belum mampu dibayar secara sepadan oleh pasangan Jokowi-Kalla.
Kita masih merasakan bagaimana masyarakat yang masih terbelah, juga situasi politik dan ekonomi yang belum sepenuhnya berada dalam genggaman koordinasi Jokowi-JK.
Untuk mengetahui apa yang dirasakan masyarakat umum, pelaku usaha, pimpinan partai, dan juga para politisi umumnya, harian Kompas telah menggelar survei opini publik dan juga wawancara dengan berbagai pihak.
Hasil liputan satu tahun pemerintahan Jokowi-Kalla ini dipublikasikan di harian Kompas mulai Senin (19/10/2015) hari ini hingga Rabu (21/10/2015), termasuk juga wawancara khusus dengan dwitunggal Jokowi-Kalla.
Apa sebenarnya yang ada di pikiran Jokowi dan Kalla dan apa yang sebenarnya sedang terjadi di Kabinet Kerja?
Untuk keperluan tersebut, Pemimpin Redaksi harian Kompas, Budiman Tanuredjo, telah mewawancarai Presiden Joko Widodo, sedangkan Wakil Pemimpin Redaksi harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy telah mewawancarai Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Hasil wawancara tersebut akan dimuat di harian Kompas, Selasa, besok dan juga ditayangkan di Kompas TV secara bertahap mulai Selasa malam.
Kepada Budiman Tanuredjo, Jokowi menjawab berbagai pertanyaan, mulai dari resistensi para pihak terkait perubahan orientasi sektor ekonomi, kebakaran lahan dan hutan, izin konsesi di atas lahan gambut, perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, revisi UU KPK, dan deregulasi kebijakan ekonomi.
Misalnya, saat Budiman bertanya, mengapa Freeport tak diambil alih saja oleh pemerintah dan apakah kita punya kemampuan, Jokowi menjawab, "Saya mau bicara apa adanya. Freeport ini tambang besar. Perlu keahlian-keahlian khusus. Hal teknis ini sudah kita miliki."
Jokowi juga ditanya soal polemik usulan revisi UU KPK serta upaya pelemahan KPK. Sebenarnya, pemerintah ataukah DPR yang mengusulkan revisi UU KPK? Dengan gamblang, Jokowi menjawab pertanyaan tersebut.
Kalla juga blakblakan soal berbagai hal, mulai dari soal perlambatan ekonomi hingga kegaduhan yang terjadi di internal kabinet. Bukan Kalla jika tak ekspresif menjawab pertanyaan. Kepada Ninuk Mardiana Pambudy, Kalla mengakui soal gesekan-gesekan dan ketidakkompakan di kabinet.
"Ada silang pendapat yang berbeda antara menteri, misal menteri koordinator dengan menteri lain itu terjadi, kadang juga dengan saya, kadang diungkapkan dengan pandangan yang terlalu terbuka," kata Kalla. "Curhat" Kalla ini disampaikan gamblang dan secara lengkap akan dimuat di Kompas cetak Selasa besok.
Publik yang terbelah
Litbang Kompas telah memublikasikan hasil surveinya di harian Kompas hari ini, Senin (19/10/2015).
Pada publikasi pertama, dari lima publikasi yang direncanakan Litbang Kompas, tampak jelas bahwa publik hingga kini masih terbelah.
Kubu yang terbelah hingga kini masih tecermin dalam realitas sehari-hari. Meski pemilihan presiden sudah lewat satu tahun silam, dampak polarisasi itu masih terasa hingga kini, termasuk di dunia maya pun perang tagar kedua kubu pendukung terus berkobar.
Secara umum, sebanyak 48,4 persen publik merasa puas terhadap kinerja Kabinet Kerja dan 47,6 persen mengaku tidak puas. Jumlah responden mencapai 1.200 dengan sampling error plus minus 2,8, dan periode survei Oktober 2015.
Survei Litbang Kompas ini mampu memotret realitas masyarakat berbagai macam kelas sosial secara lebih dalam. Kompas membedakannya dalam empat level, yaitu kelas bawah-bawah dengan pengeluaran rumah tangga di bawah Rp 1 juta per bulan, kelas bawah dengan pengeluaran rumah tangga Rp 1 juta-Rp 2 juta per bulan, kelas menengah dengan pengeluaran Rp 2 juta-Rp 4 juta per bulan, dan kelas atas dengan pengeluaran rumah tangga di atas Rp 4 juta per bulan.
Setiap kelas memiliki preferensi yang berbeda-beda. Secara umum bisa digambarkan bahwa kelas atas memiliki tingkat ketidakpuasan yang lebih tinggi, mencapai 66,1 persen, sedangkan kelas bawah-bawah memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi mencapai 54,8 persen.
Selengkapnya soal hasil survei ini bisa dibaca di sini: Masa Sulit Belum Terlewati
Survei Kompas juga memotret kinerja kabinet di berbagai sektor. Tampak bahwa sektor yang paling mendapat apresiasi adalah kelautan dan perikanan. Sebanyak 36,1 persen responden mengaku kondisinya lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, disusul sektor pelayanan kesehatan (32 persen) dan fasilitas umum atau infrastruktur (31,5 persen).
Sebaliknya, sektor yang memberikan kontribusi negatif terhadap rapor Kabinet Kerja adalah sektor bahan bakar minyak. Sebanyak 37,4 responden menyatakan kondisi sekarang lebih buruk dibanding pemerintahan sebelumnya, disusul sektor pengelolaan keuangan negara (35,1 persen) dan perdagangan (30,6 persen). Uraian survei Kompas ini bisa disimak lebih lanjut di http://bit.ly/surveikps.
Litbang Kompas kembali akan menampilkan tulisan analisis hasil survei pada edisi Selasa dengan tiga tulisan sekaligus. Ketiga tulisan itu adalah mencermati pola opini publik sepanjang satu tahun pemerintahan Jokowi-JK, penilaian publik atas kinerja pemerintah di bidang penegakan hukum, dan dinamika apresiasi publik atas kinerja pemerintahan Jokowi-JK di bidang politik. (Amir Sodikin).