Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menggugat Daulat Rakyat Mahkamah Kehormatan Dewan

Masyarakat meminta MKD bergerak cepat menuntaskan kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dilakukan SN

Penulis: Gusti Sawabi
zoom-in Menggugat Daulat Rakyat Mahkamah Kehormatan Dewan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pamdal dan kepolisian berjaga di depan ruang sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) saat digelarnya sidang MKD pemeriksaan Ketua DPR Setya Novanto secara tertutup di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (7/12/2015). Setya Novanto menjalani sidang MKD secara tertutup terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh dirinya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Tribunnews.com, Jakarta - Masyarakat meminta MKD bergerak cepat menuntaskan kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dilakukan Setya Novanto.

Menurut Direktur Eksekutif Respublica Political Institute, Benny Sabdo, apa yang terjadi dalam sidang MKD kemarin justru melawan kehendak rakyat.

“Saya sangat menyesalkan sidang MKD justru digelar tertutup,” tegas Benny, dalam pernyataan yang diterima Tribunnews,com, Selasa (8/12/2015).

Menurut Benny, sidang MKD seharusnya digelar secara terbuka agar masyarakat mengetahui apa pertimbangan MKD dalam memutuskan, apakah ada pelanggaran kode etik atau tidak.

Ia menjelaskan DPR menjadi salah satu perangkat dalam sistem demokrasi perwakilan. Bahkan, dalam 200 tahun terakhir, lembaga legislatif adalah institusi kunci dalam perkembangan politik negara-negara modern.

“Menilik perkembangan lembaga-lembaga negara, lembaga legislatif adalah cabang kekuasaan pertama yang mencerminkan kedaulatan rakyat,” ungkapnya.

Benny mengatakan dalam masyarakat majemuk seperti saat ini kedaulatan rakyat tidak lagi menjadi eksklusif di tangan DPR, tempat para wakil rakyat menyatakan kehendak rakyat.

Berita Rekomendasi

“Jika ternyata wakil rakyat tersebut menghianati kepercayaan rakyat, maka legitimasi DPR RI  menjadi lenyap,” kritik Benny. Banyaknya demonstrasi yang dilakukan oleh pelbagai kalangan masyarakat agar sidang Setya Novanto dilakukan secara terbuka itu adalah wujud kedaulatan rakyat yang sejati.

“Filsuf Jurgen Habermas menafsirkan prinsip kedaulatan rakyat adalah semua kekuasaan politis dari kekuasaan komunikatif para warga negara,” ucap Benny.

Habermas, demikian Benny, mencairkan ide kedaulatan rakyat yang biasanya dikaitkan dengan fiksi tentang sidang seluruh rakyat, atau dalam konteks perwakilan DPR.

Menurut Benny, teori kedaulatan rakyat menyakini yang sesungguhnya berdaulat dalam setiap negara adalah rakyat. Kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap penguasa. Ia menegaskan bahwa menurut Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

Sementara peneliti bidang hukum Respublica Political Institute, Fathudin, mengatakan sidang MKD adalah mekanisme peradilan etik yang fokus pada dugaan pelanggaran kode etik pejabat publik.

Menurut dia, penegak hukum harus progresif untuk menelisik lebih jauh adanya dugaan pelanggaran hukum. Melalui institusi Kejaksaan Agung dan Kepolisian, kata Fathudin, diharapkan dapat secara luas menelisik kasus pelanggaran hukum Setya Novanto.

“Persoalan etik menurut saya sudah selesai,” tandasnya.

Fathudin menjelaskan tugas penegak hukum adalah mengungkap lebih jauh soal rencana pembagian saham yang disebut sebagai permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

“Hal ini sudah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana percobaan korupsi, karena percobaan korupsi itu bobotnya sama dengan melakukan korupsi itu sendiri,” paparnya.

Menurut Fathudin, Kejaksaan Agung fokus saja pada dugaan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan Setya Novanto, dan tidak perlu menunggu hasil putusan MKD.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas