Segera Bentuk Pansus Freeport untuk Bongkar Praktik Kartel yang Merugikan Negara
Pansus Freeport lanjut Haryadi juga bisa digulirkan tanpa harus menunggu keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembentukan Pansus Freeport saat ini sangat mendesak untuk segera dibentuk.
Dengan adanya Pansus tersebut diharapkan segala sesuatu yang terkait dengan praktik kartel dan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) akan terungkap.
"Mungkin saja itu mengait operasi kartel dan atau perorangan yang merugikan negara RI dalam jumlah miliaran US Dollar serta berlangsung dalam kurun waktu panjang," ujar Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Haryadi, Jumat(11/12/2015).
Pansus Freeport lanjut Haryadi juga bisa digulirkan tanpa harus menunggu keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) maupun penegak hukum yang saat ini sedang mengusut Ketua DPR Setya Novanto.
"Bahwa SN (Setya Novanto) melanggar kepatutan saat berulang jumpa serta menfasilitasi pertemuan antara Dirut PT Freeport dan pemodal MRC tak lagi perlu dibantah," kata Haryadi.
Dalam posisi apa pun, menurut Haryadi, perorangan atau Ketua DPR RI tak relevan untuk dibedakan.
Karena kedua pengusaha itu pasti berkepentingan jumpa Setya Novanto karena ia Ketua DPR RI.
"Seandainya SN hanya seorang sopir Gojek atau dosen, pastilah kedua pengusaha itu enggan jumpa," ujarnya.
Jadi, dalam persepsi Haryadi, secara absolut Setya Novanto telah melanggar prinsip kepatutan pejabat negara.
"Bahwa untuk itu ada konsekuensi sanksi legal, sanksi sosial, dan sanksi politik, pastilah SN tahu. Walau mungkin tak diharapkannya," ujarnya.
Tapi, kata Haryadi dari proses kesaksian dan analisis konteks yang berlangsung di MKD, maka persoalannya memang tak semata menyangkut pelanggaran kepatutan oleh Setya Novanto.
Justru dibalik kasus Setya Novanto itu terkesan ada persoalan yang jauh lebih besar dan substantif.
Jika benar demikian, kata Haryadi, maka forum MKD tak punya kewenangan mengorek dugaan kerugian negara terkait PT Freeport itu.
Oleh karenanya, DPR RI perlu segera membentuk Pansus Freeport.
"Lewat pansus Freeport lebih dimungkinkan lembaga DPR-RI menggali data terkait prasangka yang publik terhadap kerugian negara selama ini," ujarnya.
Jika dibentuk Pansus Freeport, jelas Haryadi sekaligus hasil temuan dan laporannya nanti menjadi salah satu pertimbangan utama saat mempertimbangkan perlu tidaknya memperpanjang kontrak atau izin operasi Freeport di tahun 2019, karena kontrak akan habis pada tahun 2021.
"Hanya dengan cara inilah, yaitu membentuk Pansus Freeport, segala sesuatu yang terkait dengannya akan terkuak. Sekaligus juga marwah lembaga DPR RI akan kembali pulih," pungkasnya.