"Paduka Yang Mulia Pimpinan DPR" Jadi Bahan Tertawaan di Gedung Dewan
"Silahkan Yang Mulia Akbar Faizal bertanya," kata Benny.
Editor: Hasanudin Aco
Setelah menyampaikan keberatannya atas usulan Badan Legislasi untuk memasukkan pembahasan RUU Pengampunan Pajak ke dalam Prolegnas Prioritas 2015, Martin menyinggung persoalan penggunaan frasa "Yang Mulia" di persidangan MKD.
Anggota Komisi I DPR itu mengatakan, frasa "Yang Mulia" merupakan istilah lama yang telah dihapuskan sejak tahun 1966 dengan menggunakan ketentuan di dalam TAP MPRS.
Sebab, frasa tersebut merupakan frasa yang digunakan di masa feodalisme.
"Yang Mulia itu sekarang menjadi bahan lelucon. Setiap kali kita ketemu orang, kita dipanggil dengan Yang Mulia," ucap Martin.
"Tetapi justru perbuatan yang kita (oknum DPR) contohkan di masyarakat tidak mulia," kata dia.
Adapun penghapusan "Yang Mulia" ditentukan dalam Ketetapan MPRS No. XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian Sebutan “Paduka Yang Mulia” (P.Y.M.), “Yang Mulia” (Y.M.), “Paduka Tuan” (P.T.) dengan sebutan “Bapak/Ibu” atau “Saudara/Saudari”.
Martin pun heran, mengapa frasa yang telah dihapus penggunaannya itu justru muncul kembali. Terlebih, frasa itu muncul di mahkamah persidangan yang mengadili persoalan etik.
"Kenapa setelah 50 tahun dihapus, itu justru muncul kembali?" tutur Martin.
Penulis : Dani Prabowo