Kejagung Belum Mau Datangi Riza Chalid
Kejaksaan dalam proses penyelidikan, sebenarnya dapat menghampiri seseorang untuk dimintai keterangan
Penulis: Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung dalam penyelidikan dugaan permufakatan jahat belum berniat untuk menghampiri pengusaha minyak Riza Chalid.
Menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, tim penyelidik masih berharap taipan minyak itu mau hadir untuk memberikan keterangan.
"Kita akan panggil secara layak dan kita harapkan dia (Riza) datang," kata Prasetyo di Gedung Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (18/12/2015).
Meski demikian, Jaksa Agung menyatakan pihaknya tetap menelusuri keberadaan Riza yang disebut beberapa menteri tengah berada di luar negeri.
Kejaksaan dalam proses penyelidikan, sebenarnya dapat menghampiri seseorang untuk dimintai keterangan.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sedangkan pada beberapa waktu lalu, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Fadil Jumhana menyebutkan masih melihat keterdesakan dalam penyelidikan untuk menghampiri taipan minyak tersebut.
"Mungkin tanpa Riza Chalid bisa kami beri penjelasan dan penyimpulkan," kata Dirdik Jampidsus.
Riza Chalid telah diundang Kejaksaan pada Senin (7/12/2015). Namun pengusaha tersebut tidak memenuhi undangan untuk memberikan keterangan.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), pada Senin (16/11/2015), setelah mendapatkan sebuah rekaman pembicaraan dari Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoeddin.
Rekaman itu terdapat pembicaraan antara Maroef, Setya Novanto, dan pengusaha Muhammad Rizal Chalid.
Dalam pembicaraan tersebut, Setya Novanto mencatut nama presiden dan wakil presiden untuk meminta sejumlah saham perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu dan menjanjikan pemulusan negosiasi perpanjangan kontrak karya kawasan Tembagapura, Papua.
Kejaksaan yang melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut dan dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi, mulai bergerak melakukan penyelidikan.