Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Golkar Terancam Bubar

"Mungkin memang hanya sampai di sini masa berlaku Partai Golkar. Masa peredarannya sudah selesai," tutur Hajriyanto.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Golkar Terancam Bubar
NET
Lambang Partai Golkar 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar dikhawatirkan bubar jika konflik internal di tubuh partai politik itu terus dibiarkan. Oleh karena itu, semua pihak diminta untuk bersama-sama menyelesaikan konflik dengan menggelar musyawarah nasional bersama.

Kekhawatiran itu disampaikan mantan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari di Jakarta, Kamis (7/1).

"Kalau konflik dibiarkan, Partai Golkar menuju limbo (batas) sejarah. Mungkin memang hanya sampai di sini masa berlaku Partai Golkar. Masa peredarannya sudah selesai," tuturnya.

Politikus senior Partai Golkar itu menilai, perpecahan internal Partai Golkar sudah tergolong parah dan eksesif. Konflik tidak hanya di antara dua kubu DPP Partai Golkar, yakni kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono, tetapi juga di internal kedua kubu.

Faksi-faksi muncul di kubu Aburizal dan kubu Agung. Faksi-faksi di tiap-tiap kubu itu saling jegal dan menjatuhkan.

Kondisi itu salah satunya terlihat dalam pergantian pimpinan Fraksi Partai Golkar (F-PG) di DPR.

Setelah ditunjuk menjadi Ketua F-PG oleh Aburizal, Setya Novanto mengganti kepengurusan F-PG. Salah satunya jabatan Sekretaris F-PG yang sebelumnya dipegang oleh Bambang Soesatyo diberikan kepada Aziz Syamsuddin.

Berita Rekomendasi

Padahal, pengajuan Novanto sebagai Ketua F-PG belum ditetapkan oleh pimpinan DPR.

"Peta konflik Golkar sekarang ini sangat mengerikan. Ini semua akibat pembiaran para elite Golkar," tutur Hajriyanto.

Jika Partai Golkar tidak ingin bubar, Hajriyanto menyarankan agar para elite partai segera menyelesaikan konflik. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah munas bersama.

"Tidak ada jalan keluar lain, kecuali munas," katanya.

Revisi UU MD3

Kendati saat ini tak ada kepengurusan Partai Golkar yang diakui pemerintah, pengajuan kader partai itu, yakni Ade Komaruddin, sebagai calon ketua DPR pengganti Novanto tetap akan diproses.

Pelaksana Tugas Ketua DPR Fadli Zon menegaskan, DPR akan menggunakan mekanisme penggantian pimpinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta Peraturan DPR No 1/2014 tentang Tata Tertib DPR.

Dalam peraturan itu dinyatakan, pimpinan yang mengundurkan diri digantikan oleh anggota lain dari fraksi yang sama. Dengan demikian, yang berhak mengajukan pengganti Novanto adalah F-PG.

Namun, Wakil Ketua Fraksi PDI-P di DPR Arif Wibowo berpendapat, proses pergantian ketua DPR akan sulit dilakukan karena tidak ada kekuatan hukum yang kini mendasari Partai Golkar.

Untuk itu, lanjut Arif, posisi ketua DPR sebaiknya dipegang dulu oleh Pelaksana Tugas Ketua DPR, yaitu Fadli Zon.

PDI-P selanjutnya mendorong adanya revisi UU MD3 dengan tujuan mengembalikan kursi pimpinan DPR berdasarkan asas proporsionalitas perolehan kursi di DPR.

Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dimyati Natakusumah mendukung rencana revisi UU MD3 dan pengocokan ulang kursi pimpinan DPR.

Menurut dia, agar situasi kondusif, pembagian jatah kursi kepemimpinan di DPR harus dilakukan secara proporsional.

Menurut Dimyati, kondisi peta perpolitikan di DPR yang kini praktis tanpa batas jelas antara koalisi partai politik pendukung pemerintah dan oposisi akan membantu mempermudah proses revisi UU MD3.

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto khawatir, usulan perombakan UU MD3 itu akan menimbulkan kegaduhan yang akhirnya mengganggu kinerja DPR.

Selain itu, tambah anggota Badan Legislasi DPR, Martin Hutabarat, revisi UU MD3 membutuhkan waktu yang panjang. Sebelum dibahas, revisi UU MD3 harus diusulkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.

Jika ingin dibahas di tahun 2016, revisi UU MD3 harus diusulkan pula menjadi RUU prioritas Prolegnas 2016.

Sampai saat ini, lanjut Martin, belum ada komisi, fraksi, ataupun anggota yang secara resmi mengusulkan revisi UU MD3. (NTA/AGE/INA/OSA)

Sumber : Kompas Cetak

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas