Catatan Kritis Srikandi NasDem Terkait RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri
Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini mendorong penguatan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI).
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini mendorong penguatan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI).
Undang undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dianggapnya belum mengatur secara komprehensif aturan-aturan perlindungan bagi TKI.
Dikatakan politikus Partai NasDemi ini, seharusnya hak pekerja Indonesia dapat dinikmati sejak pra-penempatan, masa penempatan, dan pasca-penempatan.
"Faktanya, banyak calon TKI yang jadi korban penipuan, eksploitasi, dan kekerasan seksual," jelas Amelia di gedung DPR, Senayan, Rabu (20/1/2016).
Lanjut dia "Penempatan penampungan yang tak manusiawi, ketidakjelasan waktu penempatan, dan jerat hutang bagi pekerja yang batal berangkat."
Amelia menambahkan, saat penempatan TKI di negara tujuan, regulasi yang ada saat ini minim perlindungan atas hak-hak pekerja migran jika berhadapan dengan hukum di negara tujuan.
Dalam konteks itu, Amelia menekankan perumusan pasal-pasal khususnya bab tentang perlindungan pekerja Indonesia agar lebih nyata dan operasional dalam memberikan perlindungan bagi pekerja Indonesia.
Selain itu, menurut Amelia, perlu aturan yang mendukung pelaksanaan fungsi BNP2TKI.
Sebagai contoh, ketika BNP2TKI melakukan mediasi saat terjadi sengketa TKI antara TKI dengan perusahaan penyalur TKI swasta (PPTKIS), kerapkali rekomendasi yang dibuat BNP2TKI diabaikan perusahaan penyalur.
“Perlu penguatan aturan dan sanksi tegas bagi PPTKIS yang mengabaikan rekomendasi BNP2TKI,” ucap dia.
Kemudia menurut Amelia perlunya penguatan SDM mediator di BNP2TKI.
Ini penting karena mediator berfungsi menyelesaikan masalah TKI saat terjadi sengketa TKI dan PPTKIS.
Menurutnya, mediator harus memiliki kompetensi secara profesional dan bersertifikasi sebagai mediator TKI.
Kualitas mediator itu kunci utama ketika menangani sengketa TKI.
Sebagai regulator, Kemenaker seharusnya menguatkan instrumen-instrumen peraturan sebagai acuan BNP2TKI dalam menjalankan peran dan fungsinya agar keduanya harmonis dan saling menguatkan.
“Ibaratnya, BNP2TKI itu anak kandungnya Kemenaker lho,” ujar anggota DPR RI dari dapil Jateng VII ini.
Dengan demikian, dalam pemberian pelayanan kepada TKI tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) serta pelayanan yang mudah, murah, cepat, sederhana, transparan dan terpadu dapat diwujudkan.
RUU PPILN telah diputuskan dalam Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR RI pada 16 Desember 2015 dan sesuai hasil Keputusan Rapat Komisi IX DPR RI pada 14 Januari 2016.
"Ini merupakan inisiatif DPR RI dan masuk ke dalam prioritas prolegnas 2016," ucapnya.