Aburizal Pastikan Golkar Mengabdi Bersama Kekuatan Presiden Jokowi
Partai Golkar menyatakan sikap bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendukung Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dulu lawan, sekarang kawan, begitulah politik, termasuk yang tengah dijalani Partai Golkar setelah menyatakan sikap bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat mendukung Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Sikap itu disampaikan langsung Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie, dalam pidato politik pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di JCC, Senayan, Jakarta, Sabtu (23/1/2016) malam.
Reposisi politik Partai Golkar merupakan sekian agenda yang akan dibahas dan diputuskan secara resmi dalam Rapimnas Partai Golkar pada 23 samapi 25 Januari 2016.
Menurut Aburizal, reposisi politik Partai Golkar merupakan salah satu masalah mendesak untuk segera diselesaikan, khususnya posisi yang berhubungan dengan pemerintahan Jokowi-JK.
Ia berujar demikian karena fatsun politik partai berlambang pohon beringin sejak kelahirannya adalah sebagai pengelolaan kekuasaan, bukan sebagai oposan.
Berdasar fatsunnya tersebut, Partai Golkar harus segera bersikap mereposisi diri demi tujuan lebih besar, yaitu kejayaan partai dan kemajuan bangsa Indonesia.
"Sesuai rapat konsultasi nasional di Bali beberapa minggu silam, saya yakin kader-kader partai kita akan memutuskan lewat rapimnas ini agar Partai Golkar memilih jalur pengabdian dan berada bersama kekuatan yang dipimpin Presiden Jokowi," ucap dia.
Bagi Aburizal, perubahan posisi politik ini bukan berarti pengurus Partai Golkar menjilat ludah sendiri atau menghamba pada kekuasaan.
Meski ada dualisme kepengurusan yakni kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, bergabungnya Golkar ke pemerintahan Jokowi-JK tinggal diputuskan dalam rapimnas dan pendeklarasian.
Sebab, kepengurusan Partai Golkar kubu Munas Ancol pimpinan Agung Laksono telah lebih dulu menyatakan dukunganny untuk pemerintahan Jokowi-JK.
Pada Pemilu Presiden 2014 lalu, perebutan kursi pimpinan alat kelengkapan DPR hingga 'penyelamatan' Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang kode etik di Mahkamah Kehormatan Dewan dalam kasus 'papa minta saham' PT Freeport, Golkar bersama Gerindra, PKS dan PPP kompak dalam barisan Koalisi Merah Putih.
Sementara, parpol barisan pendukung Jokowi-JK hingga terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, tergabung dalam KIH yaitu PDI Perjuangan, Nasdem, PKB dan Hanura.
Golkar merupakan partai kedua KMP yang secara terbuka menyatakan bergabung ke KIH, mendukung kekuatan pemerintahan Jokowi-JK, setelah Partai Amanat Nasional yang diketuai Zulkifli Hasan, walhasil bergabungnya PAN dan Golkar, KMP menyisakan Gerindra, PKS dan PPP.
Sialnya, dualisme kepemimpinan di tubuh PPP belum ada kejelasan antara kubu Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz dan Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy.
PPP kubu Romi, sapaan Romahurmuziy, telah jauh-jauh hari menyatakan sikap, mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Jika Golkar secara resmi bergabung, maka parpol KIH pendukung pemerintahan Jokowi-JK akan menjadi suara mayoritas dan mutlak di DPR dalam mengambil kebijakan pemerintah hingga pelaksanaan tiga fungsi legislatif.
Sementara Demokrat, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pernah dua keli periode menjadi penguasa, sejak Pilpres 2014 memilih nonblok KIH dan KMP.
Partai yang dua periode berkuasa dan terpuruk menyusul sejumlah kadernya terlibat kasus korupsi itu mengambil posisi politik sebagai penyambung kritik konstruktif terhadap kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.