Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tidak Terlibat, Dirut PLN Sebut Proyek Listrik Mikro Hidro di Papua Pakai APBN

Karena proyek di Kementerian ESDM, proyek tersebut menggunakan APBN

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tidak Terlibat, Dirut PLN Sebut Proyek Listrik Mikro Hidro di Papua Pakai APBN
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (25/1/2016). Sofyan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap usulan penganggaran proyek pembangunan infrastruktur energi terbarukan Tahun Anggaran 2016 di Kabupaten Deiyai, Papua dengan tersangka Dewi Yasin Limpo. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEW.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir, menegaskan proyek Pembangunan Infrastruktur Energi Baru dan Energi Terbarukan TA 2016 di Kabupaten Deiyai Provinsi Papua adalah proyek Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Karena proyek di Kementerian ESDM, proyek tersebut menggunakan APBN.

"Itu murni APBN. Jadi tidak masuk ke PLN," kata Sofyan usai diperiksa di KPK, Jakarta, Senin (25/1/2016).

Menurut Sofyan, ada perbedaan pendaan proyek apabila menggunakan APBN atau Anggaran PLN.

Jika menggunakan APBN, kata dia, maka dananya turun ke Dinas. Sementara jika menggunakan Anggaran PLN, maka turun ke Gereral Manager.

Sofyan mengatakan PLN sudah menggunakan APBN sejak tahun 2015 dan hanya bertumpu pada anggaran PLN.

Proyek listrik energi terbarukan atau mikro hidro sebenarnya bukan barang baru di Indonesia kawasan timur Indonesia.

Berita Rekomendasi

Kata dia, ada sebanyak proyek 480 mikro hidro tersebar di kawasan Indonesia. Termasuk yang di Deiyai, lanjut dia, jika sudah selesai nantinya akan dijual ke PLN.

"Ujungnya iya kalau dijual," kata dia.

Namun, Sofyan menegaskan PLN tidak ikut campur mengenai pembangunannya termasuk pembahasan dengan Komisi VII DPR RI.

Sofyan sendiri hari ini diperiksa sekitar lima jam dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka anggota Komisi VII DPR RI Dewie Yasin Limpo.

Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap di Kepala Gading senilai 177.700 Dolar Singapura.

Uang tersebut diserahkan Direktur Utama PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiady kepada Rinelda Bandaso.

Rinelda adalah sekretaris pribadi Dewie. Dewi sendiri ditangkap saat hendak terbang menuju Makassar di Bandara Soekarno-Hatta.

Dalam risalah rapat kerja Komisi VII dengan Kementerian ESDM pada 8 April 2015, Dewie bersama anggota Komisi VII lainnya Jamaludin Jafar mengusulkan untuk proyek tersebut agar dilaksanakan di Deiyai.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas