Mabes Polri Bongkar Sindikat Penjual Ginjal Manusia
Butuh waktu sekitar dua minggu bagi Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap jaringan penjualan organ tubuh yakni ginjal.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Butuh waktu sekitar dua minggu bagi Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap jaringan penjualan organ tubuh yakni ginjal.
Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Umar Surya Fana menuturkan pengungkapan kasus ini bermula dari pihaknya yang tengah menangani sebuah kasus melakukan koordinasi dengan Polres Garut.
Ketika tiba di Polres, dan kebetulan menengok ke ruang tahanan, Umar mendapati ada seorang tahanan berinisial HLL yang meringkuk menahan sakit dengan memegang perut serta menggigil kedinginan.
"Saya lihat ada tahanan HLL meringkuk menahan sakit dan menggigil. Saya tanya kenapa? Dia tidak jawab, sampai akhirnya saya tanya lagi dan dia mengaku menjual ginjalnya pada seseorang," beber Umar, Rabu (27/1/2016) di Mabes Polri.
Lalu pengakuan HLL didalami oleh Bareskrim, dimana HLL mengaku telah menjual ginjalnya pada seseorang seharga Rp 70 juta.
Dan setelah menjual ginjalnya, HLL malah sering sakit hingga daya tahan tubuhnya lemah.
Setelah mendonorkan ginjal, HLL seharusnya menjalani sejumlah terapi namun ini tidak dilakukan oleh HLL. Padahal sebelumnya sang pembeli ginjal mengaku selain memberi uang Rp 70 juta maka biaya perawatan selanjutnya akan ditanggung
"Uang Rp 70 juta hasil jual ginjal malah habis untuk biaya perawatan HLL. Karena tidak ada uang lagi, akhirnya HLL nekat melakukan pencurian dan ditahan oleh Polres Garut," ucap Umar.
Ternyata kasus pencurian yang dilakukan HLL ialah kasus pencurian yang nilai kerugiannya hanya ratusan ribu, akhirnya penyidik Bareskrim melakukan koordinasi dengan Polres Garut serta korban pencurian HLL agar menjadikan HLL sebagai whistle blower .
"Kami minta HLL jadi whistle blower, kasus pencurian di Garut dihentikan dan dia menjadi pelapor di kasus penjualan organ ginjal. Lalu HLL dibawa ke RS Polri di Bandung ternyata benar ginjalnya hanya satu," terang Umar.
Kemudian dimulailah penyidikan oleh Bareskrim Polri dengan Polda Jawa Barat mengungkap kasus tersebut. Dari hasil penyidikan didapatkan ternyata para pelaku ini adalah sindikat.
"Pelaku yang diamankan ada tiga orang, yakni AG, DD, dan HS. Pelaku AG, DD berperan sebagai pihak yang mencari calon korban yang hendak menjual ginjal. Kemudian HR selaku orang yang menjembatani melakukan operasi pemasangan ginjal di sebuah rumah sakit di Jakarta," tegas Umar.
Umar melanjutkan, total korban dalam kasus ini ada 15 orang dan rata-rata mereka berasal dari wilayah Jawa Barat.
Modus pelaku yaitu menjanjikan uang kepada korban yang mau menjual ginjalnya sekitar Rp70 juta.
Sedangkan orang penerima ginjal atau yang membeli diminta bayaran sebesar Rp250 - Rp300 juta. Mereka, para pembeli ginjal yakni WNI dan beberapa warga negara asing dari negara tetangga, seperti Singapura.
Atas perbuatannya kini ketiga pelaku ditahan di Bareskrim dan dijerat Pasal 2 ayat 2 UU No 21 Tahun 2007 TPPO (tindak pidana perdagangan orang), ancaman hukuman diatas lima tahun penjara.
Selain mengamankan tiga pelaku, polisi juga menyita sejumlah barang bukti yakni dua HP, satu buku tabungan, satu kartu ATM, satu SPU, dokumen rekam medis, hasil CT Scan, hasil laboratorium di Bandung, surat pernyataan dari korban, dan surat persetujuan dari korban.
Lebih lanjut, HS seorang tersangka yang adalah warga Pondok Bentang Asri, Jalan Pisces 18 RT 4/9 Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung ditangkap Bareskrim pada Minggu (17/1/2016) lalu.
Ketua RT 4, R Harjanto (72) mengaku polisi sempat datang ke rumahnya sebelum mengamankan HS. Ia diminta mendampingi polisi ke rumah HS.
Dikatakan Harjanto, saat polisi tiba di rumah HS, pertama kali diterima oleh istri HS. Polisi pun langsung dipertemukan yang bersangkutan. Setidaknya polisi membutuhkan waktu selama 15 menit untuk membawa pergi HKS dari rumahnya.
"Tidak ada perlawanan, berjalan secara ramah, saya juga sempat salaman. Polisi hanya menunjukan berkas dan yang bersangkutan diminta membaca," beber Harjanto.
HS, kata Harjanto, tidak berkomentar apapun usai membaca berkas tersebut. Setelah itu, ia meminta izin untuk berganti pakaian. HS pun dibawa polisi dengan menggunakan kemeja dan celana panjang.
"Yang terlihat sedih istrinya, waktu saya keluar bilang tabah ya. Kemudian istrinya bilang tidak tahu tentang itu (kasus. Red). Saya juga bilang tidak tahu," tambah Harjanto.
Pascapenangkapan rumah HS tertutup rapat dan tak ada satupun orang yang keluar ketika hendak disambangi awak media. Hanya terlihat dua motor terparkir di halaman teras rumah tersebut.