Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Masih 'Siang Bolong' kok Sudah ada yang Mikir Capres

ada baiknya energi kontestansi capres dialihkan untuk mengantasi persoalan bangsa yang kian rumit tantangannya.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Pengamat: Masih 'Siang Bolong' kok Sudah ada yang Mikir Capres
NET
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Pendapat sejumlah kalangan yang menggadang-gadang nama Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai Calon Presiden 2019,bersaing dengan Joko Widodo (Jokowi), dinilai pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi sebagai hal yang prematur.

Selain usia pemerintahan Jokowi-JK yang belum genap dua tahun, ada baiknya energi kontestansi capres dialihkan untuk mengantasi persoalan bangsa yang kian rumit tantangannya.

"Aneh juga di siang bolong masih ada pihak-pihak yang kebelet mencalonkan capres. Harusnya TNI dan panglimanya didorong untuk bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya," kata Ari, Rabu (3/2/2016).

"Dorong TNI untuk berkontribusi nyata dalam pemberantasan aksi-aksi separatisme yang makin kuat gejalanya. Dorong TNI ke arah penguatan profesionalisme dan stop membawa TNI ke ranah politik praktis," tambahnya.

Menurut pengajar mata kuliah Strategi Komunikasi di Program S2 UI ini, ada kesan keliru dan terlalu "bernafsu" jika menargetkan sosok Panglima TNI harus menjadi capres.

Soal capres ada baiknya diserahkan pada mekanisme demokrasi yang sudah mapan di tanah air.

"Data yang dipakai teman-teman supporter Panglima TNI juga salah kalau disebut tidak ada jenderal TNI AD yang pernah menduduki posisi wakil presiden.

Berita Rekomendasi

"Umar Wirahadikusuma apa bukan jenderal ? Lagipula, apa kita tidak kapok dengan kepemimpinan sosok dari militer ? Saya pribadi sih jengah dengan kepemimpinan Soeharto yang otoriter dan SBY yang flamboyan. Siapa pun bisa menjadi capres dengan mengesampingkan dikotomi sipil dan militer," Ari menegaskan.

"Namun, tidak ada salahnya juga kisah masa lalu di tanah air dan pelajaran dari negara-negara makmur, justru kepemimpinan sipil yang mengerti kemauan rakyat kecil," ungkap doktor yang intens meneliti perilaku represif militer Orde Baru terhadap pelarian politik 1965 di mancanegara ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas