Jusuf Kalla Sebut Revisi Undang-Undang KPK Bukan untuk Melemahkan
JK mencontohkan, KPK butuh diawasi, oleh karena itu dalam draft revisi ditambahkan badan pengawas di organisasi KPK, dan hal itu sesuatu yang wajar.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menegaskan, revisi Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan bentuk pelemahan lembaga anti rasuah tersebut.
Ia menyebut memang ada sejumlah pasal di undang-undang tersebut yang harus diubah.
JK mencontohkan, KPK butuh diawasi, oleh karena itu dalam draft revisi ditambahkan badan pengawas di organisasi KPK, dan hal itu adalah sesuatu yang wajar.
"Semua lembaga ada pengawasnya, kenapa sih khawatir untuk ada pengawasnya," ujarnya kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2016).
Mengenai penambahan kewenangan penghentian penyidikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), juga merupakan hal yang wajar.
Jusuf Kalla menilai penyidik KPK bisa saja melakukan kesalahan dalam menangani suatu kasus, sehingga tidak bisa dituntaskan.
Oleh karena itu wajar bila KPK diberi kewenangan menghentikan penyidikan, sama seperti lembaga penegak hukum lainnya.
Soal pembenahan kewenangan penyadapan, ia menyebut banyak pihak yang menduga kewenangan tersebut adalah bentuk pelemahan karena KPK harus minta izin ke Pengadilan Negri (PN).
"Penyadapan kan nanti, bukan sebelum menyadap baru minta izin. Tidak. Orang keliru bahwa memang konsep awal mengatakan minta izin," jelasnya.
"Tidak ada hal menurut saya melemahkan itu, justru memperkuat posisi hukum KPK, supaya ada dasar hukumnya, dan masyarakat juga ada dasar hukumnya yang lebih jelas," katanya.