Polri: Kasus Novel Dinyatakan Kurang Bukti, Bertentangan dengan P21
Polri berkali-kali menyatakan pihaknya menghormati keputusan Kejaksaan atas penghentian kasus Novel Baswedan
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri berkali-kali menyatakan pihaknya menghormati keputusan Kejaksaan atas penghentian kasus Novel Baswedan, tersangka penganiayaan melalui penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) nomor B03 N7.10/EP102/2016.
Langkah ini diambil karena jaksa penuntut umum menilai dugaan penganiayaan yang dilakukan Novel di Bengkulu itu telah kadaluarsa. Selain itu, Jampidum juga menyatakan setelah melalui proses pengkajian, ternyata perkara dinyatakan tidak cukup bukti.
Soal alasan tidak cukup bukti itu pun menjadi tanda tanya bagi Polri, pasalnya apabila kejaksaan menyatakan seperti itu, mengapa saat pelimpahan berkas, berkas dinyatakan lengkap (P21), lalu tahap dua, bahkan sudah ada tanggal persidangan.
"Polri menghormati keputusan Kejaksaan terkait Novel. Kasus ini dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, dibuktikan dengan P21. Nah kalau sekarang dinyatakan bukti tidak cukup, bagaimana dulu pas P21, kok menerima? ," tutur Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Agus Rianto, Rabu (24/2/2016).
Ditegaskan Agus, apabila pihak Kejaksaan tetap menyatakan kasus itu tidak cukup bukti maka itu sangat bertentangan dengan pernyataan Kejaksaan melalui dikeluarkannya P21.
"Kami serahkan ke masyarakat, biar mereka yang menilai. Yang penting Polri sudah melakukan mekanisme hukum. Kasus dilimpahkan, lengkap dan dibuktikan dengan P21 oleh Kejaksaan. Termasuk sudah ditetapkan hari sidang, kenapa ditarik lagi? Boleh gak ditarik kembali? Tanya kejaksaan," tambah jenderal bintang satu itu.
Terpisah, pengacara korban dugaan penganiayaan yang dilakukan Novel Baswedan, Yuliswan, menyebutkan tengah mempertimbangkan dua opsi untuk menanggapi terbitnya SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Perkara) kasus tersebut.
Dua opsi tersebut adalah melakukan gugatan praperadilan atau mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
"Kami pelajari dulu, kami akan lakukan praperadilan atau melakukan gugatan ke MK uji materi. Kami pelajari dulu yang mana yg lebih pas," kata Yuliswan kepada Tribun saat dihubungi Senin (22/2/2016).
Meski masih mengkaji, tapi Yuliswan menegaskan pihaknya pasti melakukan langkah hukum atas sikap Kejaksaan Agung.