Ini 12 Poin Penting Revisi UU Pilkada Versi Pemerintah
Pemerintah mengagendakan kembali pembahasan revisi undang-undang (RUU) Pilkada April 2016 mendatang.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Pemerintah mengagendakan kembali pembahasan revisi undang-undang (RUU) Pilkada April 2016 mendatang.
Hal tersebut sesuai dengan target dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) perubahan atas peraturan pemilihan kepala daerah selesai Agustus 2016.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan akan memaksimalkan pembahasan tersebut bersama DPR RI. Sebhingga pelaksanaan pilkada 2017 bisa menerapkan acuan undang-undang yang baru itu sebagai payung hukumnya.
"Karena itu April dibahas lagi," kata Tjahjo di kantornya, Jakarta, Jumat (11/3/2016)
Mendagri Tjahjo mengaku sudah melakukan komunikasi dengan pihak Istana dalam hal ini Presiden Joko Widodo terkait hal ini. Namun, revisi tersebut, lanjutnya, masih ada beberapa poin yang harus diharmonisasikan bersama anggota parlemen
"Sudah (dikomunikasikan kepada Presiden), hanya masih perlu beberapa poin untuk harmonisasi," tegas mantan Sekjen PDIP tersebut.
Tjahjo melanjutkan, prinsipnya revisi UU Pilkada menjadi agenda prioritas kementeriannya pada 2016 ini.
Ada 12 hal yang menjadi perhatian pemerintah dalam rencana perubahan perturan tersebut. Pertama adalah subtansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak enam poin sebagai isu strategis. Seperti, kewajiban PNS, anggota dewan untuk mundur pada penetapan pasangan calon. Ketentuan soal narapidana maju sebagai pasangan calon, kemudian, penghapusan syarat tidak memiliki konflik, kepentingan dengan petahana.
Penyesuaian norma tentang pasangan calon tunggal, juga tak ketinggalan. "Dan penyesuaian norma tentang syarat dukungan calon perseorangan dari jumlah penduduk menjadi DPT pemilu sebelumnya," ujarnya.
Hal lainnya adalah penegasan tugas Bawaslu pusat, soal penegakan hukum pelanggaran kampanye, pengertian petahana, upaya peningkatan partisipasi pemilih, sanksi bagi parpol atau gabungan parpol yang tak mengusulkan pasangan calon, dan waktu pelantikan.
"Revisi ini juga mengatur soal sanksi pidana bagi pelaku politik uang," kata Tjahjo.
Adapun ihwal pendanaan pilkada, menurut dia, perlu ketegasan, harus darimana anggaran pilkada, apakah APBD, APBN atau 50:50. Begitu juga dengan jumlah anggaran yang dihibahkan dan waktu penetapan APBD.
Selain itu masalah penyesuaian waktu penyelesaian sengketa dan proses pilkada. Lalu, prosedur pengisian jabatan kepala daerah, wakil kepala daerah yang diberhentikan. Terakhir, penegasan soal waktu pemungutan suara.
"Hal ini penting karena terkait juga perhitungan gaji serta kompensasi bagi kepala daerah bila masa jabatannya kurang dari 60 bulan," imbuhnya.