Bekas Bawahan Sebut Muhaimin Iskandar Tidak Pernah Minta dan Menerima Uang
Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa mantan Dirjen P2KT Kemenakertrans Jamaluddin Malik, Rabu (16/3/2016).
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa mantan Dirjen Pembinaan dan Pengembangam Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans Jamaluddin Malik, Rabu (16/3/2016).
Jamaluddin yang juga mantan bawahan Menakertrans periode 2009-2014 Muhaimin Iskandar, membantah tudingan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), soal adanya aliran dana ke Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
"Muhaimin Iskandar tidak pernah minta uang. Apalagi dengan jumlah Rp 400 juta. Beliau tidak pernah melakukan itu," kata Jamaludin usai sidang dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (16/3/2016).
Diberitakan sebelumnya, jaksa Abdul Basir saat membacakan amar tuntutan menyebut, Cak Imin menerima uang senilai Rp 400 juta.
Menurut jaksa, uang yang diberikan terdakwa kasus tindak pidana korupsi di lingkungan Ditjen P2KT Kemenakertrans periode 2012-2014 ini ke Cak Imin, didapat dari pemotongan anggaran tahun 2013 serta meminta uang pada penyedia barang dan jasa senilai Rp 3.238.124.000 melalui Sudarso.
"Diberikan kepada Abdul Muhaimin Iskandar sejumlah Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)," kata Jaksa Abdul saat membacakan tuntutan Jamalludien di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain Cak Imin, uang hasil pemotongan itu juga diberikan kepada orang-orang yang punya kepentingan dengan terdakwa. Diantaranya Achmad Said Huri senilai Rp 30 juta.
"Diberikan kepada Dadong Ibrarelawan Rp 50.000.000 dan I Nyoman Suisnaya seluruhnya Rp 147.500.000," katanya.
Merujuk pada dakwaan, tindak pidana yang dilakukan Jamalludien bersama-sama dengan Muhaimin Iskandar, Achmad Hudri dan beberapa pejabat di Kemenakertrans dimulai sejak 21 Oktober 2013.
Adapun Jamalludien dituntut tujuh tahun penjara denda Rp 400 juta subsider enam bulan penjara. Dia dinilai terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dugaan pemerasan di Dirjen P2KT dengan memerintahkan Achmad Said Huri dan Ahmad Syaifudin.
"Menuntut agar Majelis Hakim menetapkan terdakwa (Jamaluddin Malik) secara sah dan menyakinkan bersalah," kata jaksa Abdul Basir.
Selain dituntut pidana penjara, dia juga diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 5,4 miliar.