Kejagung Desak Pengadilan Segera Eksekusi Yayasan Supermar
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum kunjung melaksanakan putusan Mahkamah Agung terkait Yayasan Supersemar.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum kunjung melaksanakan putusan Mahkamah Agung terkait Yayasan Supersemar.
Meski batas waktu pelaksanaan putusan secara suka rela telah habis lebih dari dua bulan yang lalu.
Selaku pihak berkepentingan dalam perkara yang telah berkekuatan hukum tetap sejak pertengahan 2015, Kejaksaan Agung mendesak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk segera melakukan eksekusi.
Hasil penelusuran aset juga telah disampaikan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku eksekutor.
"Rekening sudah kami sampaikan, jumlahnya sudah ada di situ. Mau apa lagi? kami paling mendesak mereka untuk segera mengesekusi itu," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (25/4/2016).
Jaksa Agung menjelaskan pada perkara Yayasan Supersemar, pihaknya tidak bisa langsung melaksanakan eksekusi karena merupakan gugatan perdata.
"Ini perkara perdata bukan pidana. Kalau pidana kami bisa eksekusi," katanya.
Sebelumnya, PN Jakarta Selatan telah menggelar sidang teguran (aanmaning) untuk meminta Yayasan Supersemar membayar denda putusan MA secara suka rela.
Pada berjalannya penjadwalan sidang teguran yayasan yang didirikan mantan Presiden Soeharto berulang kali mangkir dan baru hadir melalui pengacaranya, Bambang Hartono pada 20 Januari silam.
Setelah wakil dari Yayasan Supersemar sebagai termohon hadir, maka pengadilan menghitung batas delapan hari untuk melaksanakan putusan MA selama delapan hari terhitung sejak 21 Januari.
Namun, hingga kini pengadilan belum kunjung melakukan eksekusi dengan dalih data aset yang diserahkan Kejagung belum lengkap.
PN juga sudah mengirim surat untuk meminta Kejagung melengkapi detil jumlah aset yang diserahkan sebelumnya.
Permintaan untuk melengkapi detil aset tersebut, sebut Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Noor Rachmad, telah dipenuhi Kejaksaan Agung.
Kasus Yayasan Supersemar bermula ketika pemerintah pada tahun 2007, menggugat Soeharto dan yayasan tersebut terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yang disalurkan.
Kejaksaan Agung pada gugatannya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa tapi pada praktiknya disalurkan ke beberapa perusahaan seperti Bank Duta, Sempati Air, dan PT Kiani Lestari.
Pada Selasa (11/8/2015) Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung dalam perkara ini dan mengharuskan Yayasan Supersemar membayar denda sebesar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,4 triliun.