Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ACT Kirim Tim Kemanusiaan ke Aleppo

Bahkan dalih memadamkan pemberontakan sipil, menjadi pembenar rezim untuk tak segan menghantamkan rudal udara

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in ACT Kirim Tim Kemanusiaan ke Aleppo
(ARA News)
Tim SAR membantu evakuasi korban akibat serangan udara yang menyasar sebuah sekolah dasar di Aleppo, Suriah, Senin (11/1/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gempuran kekuatan bersenjata yang menimpa warga sipil Suriah, terutama di Aleppo, menjadi tragedi besar dunia. Serangan yang menyasar fasilitas publik setara aksi genosida: tindakan tak berperikemanusiaan yang sangat tak dibenarkan.

Bahkan dalih memadamkan pemberontakan sipil, menjadi pembenar rezim untuk tak segan menghantamkan rudal udara dan bom mematikan ke tengah sasaran warga sipil.

Suriah memerah darah. ACT terpanggil kembali mengirim Tim Sympathy of Solidarity (SOS) Syria gelombang ke VII sejak krisis kemanusiaan Suriah mengemuka, lima tahun silam.

Pemberangkatan berlangsung di Kantor ACT di Menara 165 Jakarta, Rabu (4/5/2016).

Presiden ACT Ahyudin, mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sesungguhnya masyhur sebagai bangsa pecinta damai yang hidup dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Krisis Suriah lebih dari cukup untuk membuat nurani kita guncang.

Saatnya kita berbuat nyata. Mungkin tim yg kita kirim tidak bisa menghentikan krisis, tapi setidaknya kami mewakili bangsa ini, menolak absen dari kepedulian global. Menilik eskalasi krisisnya, Ahyudin menggugah Indonesia untuk berbuat lebih signifikan.

“Bagaimana mungkin bangsa Indonesia bungkam Suriah banjir darah, warga sipilnya dibombardir bertahun-tahun, tak peduli korbannya anak-anak, perempuan bahkan manula tak bersenjata. Suriah memanggil begitu nyaring! Selamatkan rakyat Suriah,” ujarnya.

Berita Rekomendasi

Hanya dalam hitungan jam sejak serangan terakhir di hari Jum’at pekan lalu, serangan berdarah yang menerjang Aleppo sudah menuai kecaman jutaan publik dunia. Tagar #AleppoIsBurning dan #saveAleppo pun memenuhi ragam linimasa di media sosial. Serangan atas fasilitas publik paling vital yakni sebuah rumah sakit sipil di Al Quds yang merenggut kurang lebih 30 korban jiwa dan sedikitnya 62 luka-luka. Bahkan 24 jam sebelum serangan fatal ke rumah sakit sipil ini,

pesawat milik militer Rusia melepas roket kendalinya dan menargetkan markas tim keamanan sipil di wilayah Atarib, Aleppo. Lima personil keamanan meregang nyawa dalam serangan udara yang tak imbang ini.

Aleppo, kota paling utara dan salah satu yang terbesar di Suriah, kini makin hancur tak berbentuk. Gempuran rezim Assad selama lebih dari dua pekan tanpa henti meluluhlantakkan ratusan fasilitas sipil di kota ini. Rezim Assad berkilah bahwa bombardir Aleppo sengaja dilakukan, untuk merebut kembali kota terbesar di Suriah itu dari kontrol pihak oposisi yang menentang pemerintahannya. Hingga hari ini, walau kecaman dunia memuncak hebat, Assad bergeming untuk tidak menghentikan serangannya ke Aleppo.

Dari balik bangunan sipil yang runtuh, tembok yang hancur, dan puing-puing sisa gempuran bom, Aleppo tampak jelas sedang memerah darah. Belasan ribu keluarga sipil di Aleppo kini sedang tertatih, terjebak dalam gempuran perang. Menurut data UNHCR di bulan April 2016,

jumlah orang yang tewas akibat konflik berdarah di Suriah mencapai: 10.381 orang, sedangkan jumlah pengungsi yang tersebar di beberapa negara mencapai 4.842.896 orang, dengan rincian di Turki 2.749.140 jiwa, Lebanon 1.055.984 jiwa, Yordania 642.868 jiwa, Irak 246.123 jiwa, Mesir 119.665 jiwa, Afrika Utara 29.116 jiwa, dan Eropa 972.012 jiwa.

Merespon hal tersebut, Insya Allah Aksi Cepat Tanggap (ACT) akan segera menyalurkan bantuan senilai 1 miliar rupiah dalam bentuk pangan, obat-obatan, serta kebutuhan darurat lainnya secara bertahap. Bantuan tersebut akan disalurkan oleh Global ACTion Team #SOSSyria.

Sejak 2012, Aksi Cepat Tanggap (ACT) setidaknya telah 6 (enam) kali mengirimkan tim kemanusiaan ke kamp pengungsian warga Suriah, baik yang di dalam Suriah maupun di perbatasan atau negara tetangga sekitar Suriah. Terakhir, pada 2015 lalu ACT berhasil mengirim tim dan menyalurkan bantuan langsung di perbatasan Turki, Jordania, Libanon, serta beberapa negara Eropa seperti Jerman dan Yunani. Di tahun 2015 pula tim ACT berhasil masuk ke salah satu kamp pengungsian di Provinsi Idlibs di Suriah, tepatnya di Kamp Solahuddin.

Salah satu pengiriman bantuan yang tuntas dilaksanakan ACT sampai menyentuh kawasan Madaya. Kasus kelaparan akibat blokade perang yang mendera Madaya ini sempat viral di kalangan netizen dunia beberapa bulan silam. Implementasi bantuan ACT untuk Madaya dilakukan sejak pekan kedua Januari 2016.

Bentuk bantuan yang diberikan oleh rakyat Indonesia melalui ACT: tepung, susu anak, makanan matang, dan kayu bakar. Bentuk ini dipilih karena makanan adalah bentuk bantuan yang paling mereka butuhkan, setelah mereka terpaksa bertahan dengan memakan apa saja yang ada, atau sama sekali tidak makan apa-apa. Kayu bakar dipilih karena musim dingin yang sedang terjadi disana menambah penderitaan mereka, sedangkan untuk mengumpulkan kayu bakar di sekitar Madaya, mereka terancam ranjau darat yang tersebar.

Sampai kemudian, konflik di Aleppo meledak akhir April hampir dua pekan lalu, ACT memutuskan untuk kembali mengirimkan tim kemanusiaan dengan berfokus pada distribusi bantuan kemanusiaan di Aleppo, kota terbesar di Suriah.

Senior Vice President Global Philanhropy and Communications, N. Imam Akbari, mengatakan,masyarakat dunia harusnya menjadikan keadaan penderitaan rakyat Suriah ini menjadi satu subyek isu kemanusiaan yang paling utama. Karena keadaan di Suriah kini menjadi problem kemanusiaan yang sangat luar biasa, dengan jumlah korban yang begitu banyak dan kemungkinan hadirnya perdamaian yang masih jauh dari angan.

Imam, salah satu saksi mata yang sudah beberapa kali bertugas di sejumlah kawasan krisis global ini pun melanjutkan, “betapa luar biasa efek dari peperangan ini. Banyaknya eksodus warga Suriah meninggalkan tanah air tercintanya, merupakan pertanda bahwa keadaan di sana sudah teramat gawat. Tak ada pilihan lain kecuali harus menyelamatkan diri, sekian lama mereka hidup mencekam dengan tak ada jaminan hidup serta keamanan yang didapat mereka,
tidak ada stok bahan pangan, tidak ada stok air bersih!” ungkapnya lugas.

Kekejaman yang terjadi di Aleppo seharusnya menjadi duka masyarakat dunia. Derita yang membuncah di Aleppo sesungguhnya serupa dengan serangan teroris yang meneror Paris dan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas