Kasus Siyono, Ini Hal yang Meringankan Dua Anggota Densus
Sidang Etik dua anggota Densus 88 yang diduga menganiaya terduga teroris Siyono masih terus dilakukan di Mabes Polri.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang Etik dua anggota Densus 88 yang diduga menganiaya terduga teroris Siyono masih terus dilakukan di Mabes Polri.
Hingga kini majelis hakim belum memutuskan sanksi apa yang akan diberikan pada keduanya yang diduga melakukan kesalahan prosedur saat mengawal Siyono.
Kadiv Humas Mabes Polri, Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan dalam tahapan pembelaan, ada beberapa poin yang meringankan AKBP T dan Ipda H.
Poin-poin itu diantaranya selama ini kedua anggota itu belum pernah dihukum sebelumnya.
Termasuk selama ini dinilai baik dalam melaksanakan tugas di Densus 88.
"Tentu yang jadi pertimbangan, yang bersangkutan sedang bertugas. Lain halnya jika tidak dalam menjalankan tugas, itu beda kondisi. Itu yang jadi pertimbangan majelis," beber Boy, Selasa (10/9/2016).
Boy mengatakan, dalam sidang putusan nanti, sangat dimungkinkan kedua anggota itu dikenakan sanksi meminta maaf pada Polri, masyarakat dan keluarga Siyono.
Bahkan sanksi lainnya yakni diberhentikan sebagai anggota Polri atau dimutasi yang sifatnya demosi. Tidak lagi ditempatkan di satuan Densus 88 karena dinilai tidak cocok.
"Sejauh ini sidang belum ada hasil. Nanti kalau sudah ada hasil putusan akan kami sampaikan. Pembelaan akan meringankan tuntutan," tegas mantan Kapolda Banten itu.
Menurut Boy kemungkinan kasus ini untuk dibawa ke ranah pidana sangat kecil.
"Sementara tidak demikian karena fokusnya lebih pada prosedur operasional di lapangan yang diduga terjadi pelanggaran dalam penerapannya di lapangan," ucap Boy.
Seperti diketahui, Siyono ditangkap Densus 88 Polri pada 8 Maret 2016 di Dusun Pogung, Desa Brengkungan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Seperti dikutip Kompas, Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno menyatakan, dari pemeriksaan awal, penangkapan dan pemeriksaan terhadap Siyono sudah dilakukan sesuai prosedur standar operasi yang berlaku oleh Densus 88.
Kekerasan, lanjut Dwi, terjadi ketika petugas membuka borgol Siyono guna menunjukkan lokasi barang bukti di wilayah Prambanan, Yogyakarta.
Saat borgol dilepas, Siyono menyerang anggota Densus 88 sehingga terjadi perkelahian yang menyebabkan pemimpin wilayah Jamaah Islamiyah di Klaten itu meninggal karena pendarahan di bagian kepala.