KPK Diminta Tindaklanjuti Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah di Mamberamo Raya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menindaklanjuti laporan kasus dugaan korupsi penyimpangan Dana APBD Kabupaten Mamberamo Raya tahun 20
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menindaklanjuti laporan kasus dugaan korupsi penyimpangan Dana APBD Kabupaten Mamberamo Raya tahun 2008-2009.
Ketua Forum Peduli Kawasan Byak, Jhon Mandibo, mengatakan kasus ini sudah dilaporkan ke KPK sejak tahun 2013 lalu.
Menurut Jhon Mandibo, kasus tersebut juga telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Papua.
Namun, kata dia, belum ada proses hukum.
Namun, kata Jhon, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait laporan tersebut.
Dalam kasus tersebut, Demianus Kyeuw Kyeuw yang saat itu menjadi Bupati Mamberamo Raya, serta mantan Kabag Keuangan Sekda dan Bendahara Rutin Kabupaten Mamberamo Raya yang kini menjadi Bupati Biak Numfor, Thomas Alfa Edison Ondy menjadi terlapor.
"Kami menilai kasus ini jalan di tempat. Karena itu kami datang lagi ke KPK hari ini. Kami mempertanyakan kinerja KPK terkait kasus penyalahgunaan anggaran Kabupaten Mamberamo tahun 2008-2009," kata Jhon Mandibo di KPK, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Jhon yang datang didampingi sejumlah orang yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Peduli Mamberamo Raya dan KAMPAK Papua ini menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan fotokopi konfirmasi Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK ke Kejati Papua dengan surat R-1287/20-25/10 pada tahun 2013 lalu.
Menurutnya surat tersebut ditandatangani oleh Deputi Bidang Penindakan KPK W Sadono.
"Tapi hingga saat ini kasusnya tidak pernah ditindaklanjuti dengan penangkapan terhadap para pelaku yang merugikan negara. Kami selaku elemen masyarakat Papua sampai saat ini belum mendapatkan perkembangan kasus ini," beber Jhon.
Ia mengungkapkan, yang menjadi dasar laporan mereka adalah sejumlah kerugian negara yang ditemukan oleh BPK RI.
Pertama, yakni temuan BPK RI perwakilan Papua tahun 2008/2009 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 100 miliar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Diantaranya pada proyek fiktif pembangunan perumahan rakyat Rp 70 miliar dan bantuan dana pemberdayaan 58 kampung pada delapan distrik di Kabupaten Mamberamo Raya dan pengadaan alat-alat kesehatan," jelas Jhon.
Kemudian, lanjut dia, yakni temuan LHP/ BPK RI tahun 2012 pada saldo kas bendahara pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 182 miliar.
Selain itu menurutnya pada tahun 2013 BPK RI juga menemukan adanya penyimpangan dan kerugian negara sebesar Rp 35 miliar.
Atas sejumlah temuan tersebut, kata Jhon, pada tahun 2010 Kepala Kejaksaan Tinggi Papua mengeluarkan surat pemeriksaan terhadap Bendahara Rutin Kabupaten Mamberamo Raya terkait penyimpangan kegiatan selama tahun 2008/2009 yang tidak dipertanggungjawabkan.
Ia menambahkan, pada tahun yang sama Kejari Jayapura pun membenarkan adanya jabatan ganda yang dilakukan Bupati Mamberamo Raya, dimana terjadi penyimpangan prosedur terkait pengangkatan Tomas sebagai pengelola keuangan Mamberamo Raya.
"Kasus ini tahun 2013 diambil alih KPK, dan KPK sudah memeriksa penyidik Kejaksaan Tinggi Papua, penyidik Polda Papua, dan memeriksa BPK RI perwakilan Papua, tapi sampai saat ini tidak ada kelanjutan dari pemeriksaan tersebut," kata Jhon.