KPK Perpanjang Masa Tahanan 5 Tersangka Kasus Suap Bengkulu
Mereka adalah Janner Purba, Toton, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, Syafri Syafii, dan Edi Santroni.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan lima tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu.
Mereka adalah Janner Purba, Toton, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, Syafri Syafii, dan Edi Santroni.
"Hari ini dilakukan perpanjang penahanan dengan tersangka JP, T, BAB, SS, dan ES," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (10/6/2016).
Menurutnya, perpanjangan masa penahanan ini dilakukan lantaran KPK masih belum merampungkan berkas acara pemeriksaan kelimanya.
Pasalnya, perpanjangan penahanan ini diperlukan guna melengkapi berkas perkara kelimanya.
"Perpanjangan penahanan untuk masa 40 hari selanjutnya," kata Yuyuk.
Waktu perpanjangan penahanan kelima tersangka resmi berlaku mulai besok, perpanjangan penahanan terhitung mulai 11 Juni sampai 22 Juli.
Sekadar informasi, KPK menetapkan lima tersangka pada kasus tersebut.
Dua tersangka adalah dua majelis hakim perkara tindak pidana korupsi mengenai penyalahgunaan dewan pembinaan RSUD Bengkulu tahun 2011 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu yakni Janner Purba dan Toton.
Tiga tersangka lainnya adalah Panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, bekas Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus, Syafri Syafii dan bekas Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus, Edi Santron.
Janner dan Toton total menerima suap Rp 650 juta untuk mempengaruhi putusan terkait kasus penyalahgunaan Honor Dewan Pembinaan RSUD Bengkulu.
Uang tersebut diperoleh dari Syafri Syafii dan Edi Santron yang menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu.
Uang tersebut diserahkan dua kali. Pertama, Janner mendapat Rp 500 juta dari Edi tanggal 17 Mei 2016.
Uang tersebut masih berada di lemari kerja Janner Sementara Rp 150 juta diserahkan saat penangkapan Janner.
Selaku pemberi suap Edi dan Safri disanka melanggar Pasal 6 ayat (1) atau Pasal 6 ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu selaku penerima Janner dan Toton, disangka Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian Badarudin disangka Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.