Banyak Jenderal yang Nonjob, Pengamat Militer Ini Soroti Pola Rekruitmen TNI
Pengamat militer, Susaningtyas Kertopati menyoroti ada beberapa perwira tinggi (Pati) TNI yang nonjob.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer, Susaningtyas Kertopati menyoroti ada beberapa perwira tinggi (Pati) TNI yang nonjob.
Untuk menyikapi hal tersebut, menurut dia seharusnya yang diutamakan adalah pola rekruitmennya.
"Perekrutan disesuaikan dengan kebutuhan, kemudian aturan jenjang kepangkatan baik bagi perwira maupun bintara agar tepat guna dan memperhatikan jalur prestasi dan kedisiplinan mereka, sehingga wanjak bukan berdasarkan like dislike subyektif," kata Susaningtyas melalui pesan singkatnya, Senin (13/6/2016).
Wanita yang arab disapa Nuning itu menuturkan, kedudukan Pati yang tak mendapat posisi sesuai dengan jenjang kepangkatannya itu jangan dibiarkan mubazir.
Jadi harus diatur dengan melihat kebutuhan sesuai tingkat ancaman yang ada sekarang, dan tidak menumpuk di Jakarta saja.
"Saya tidak menghakimi sudah baik atau belum struktur organisasi TNI, tapi jika ada perubahan struktur harus merujuk pada UU dan apabila perkembangan situasi negara dengan tingkat eskalasi ancamannya menuntut ada perubahan revisi UU harus dibahas legislasinya dengan DPR," ujarnya.
Nuning mencermati bahwa keberadaan jabatan Wakil Panglima TNI perlu dianalisa berdasarkan Undang-undang nomor 3 tahun 2002 dan Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Dirinya menjabarkan ketentuan Perundangan, Pasal 13 Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI
(1). TNI dipimpin oleh seorang Panglima.
(2). Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4). Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
(5). Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketentuan pada ayat 1 dengan jelas mensyaratkan bahwa TNI dipimpin oleh seorang Panglima yang telah mendapat persetujuan DPR. Tidak diatur disana ada Wakil Panglima.
Artinya, apabila akan dibentuk jabatan Wakil Panglima, maka jabatan itu derajatnya lebih rendah dari Panglima TNI, selevel dengan Kasum TNI saat ini.
Dengan demikian Wakil Panglima TNI tidak bisa berada satu kotak dengan Panglima TNI.
"Pada ayat 2 ditegaskan bahwa Panglima TNI hanya bisa diangkat oleh Presiden setelah setelah mendapat persetujuan DPR. Sedangkan Wakil Panglima hanya diangkat oleh Presiden tanpa perlu mendapat persetujuan DPR. Kembali terlihat bahwa Kedudukan Wakil panglima satu level lebih rendah dari Panglima TNI, sehingga tidak bisa berada satu kotak dengan Panglima TNI," paparnya.
Sementara pada ayat 4 lanjut Nuning, ditegaskan bahwa jabatan panglima TNI hanya bisa dijabat dari Pati yang sedang atau pernah menjabat kepala Staf Angkatan.
Jadi Kepala Staf Angkatan adalah Pati terbaik yang dimiliki oleh Angkatan masing masing yang nantinya akan mejabat panglima TNI.
"Dengan perkataan lain Kepala Staf Angkatan adalah calon Panglima TNI yang levelnya langsung berada dibawa Panglima TNI dan diatur oleh Undang-undang," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.