Ahok Pilih Tunggu Kesimpulan KPK Soal Kasus Sumber Waras
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) enggan berkomentar dan memilih menunggu hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tekai
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) enggan berkomentar dan memilih menunggu hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tekait kasus RS Sumber Waras.
KPK sebelumnya sempat mengatakan akan menyampaikan kesimpulan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras kepada Komisi III DPR RI, Selasa (14/6/2016).
"Tidak tahu. Tanya saja KPK-DPR nanti. Tunggu saja hasilnya," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2016).
KPK akan menyampaikan kesimpulan sementara dalam penyelidikan laporan tindak pidana korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras seluas 3,64 hektare.
"Terus terang tadi ada ekspose mengenai Sumber Waras, sudah ada konklusinya yang akan dibuka di DPR besok," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam temu media di gedung KPK Jakarta, Senin (13/6/2016).
KPK dalam penyelidikan Sumber Waras ini sudah meminta keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 12 April 2016.
Usai dimintai keterangan, Ahok mengaku Badan Pemeriksa Keuangan menyembunyikan data kebenaran karena meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan yaitu menyuruh untuk membatalkan transaksi pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Tapi ada lagi satu yang tertunda, kami mau menanyai satu instansi lagi, tapi konklusi yang lain sudah jadi. Bisa saja kasus itu tidak memenuhi harapan beberapa pihak tapi memenuhi harapan pihak lain. Konklusinya besok akan kami sampaikan di DPR," tambah Agus.
Namun Agus mengaku bahwa instansi yang dimaksud tersebut bukanlah BPK.
Sebelumnya, kesimpulan sementara KPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare itu berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014.
Sebelumnya dinyatakan pembelian tanah itu terindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp 191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.