Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali Didesak Mundur
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali didesak segera mundur dari jabatannya menyusul kembali ditangkapnya panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali didesak segera mundur dari jabatannya menyusul kembali ditangkapnya panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (kpk) menetapkan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso sebagai tersangka.
Penetapan tersangka tersebut usai Santoso tertangkap tangan menerima uang 28 ribu dolar Singapura dari Ahmad Yani, staf kantor hukum Wiranatakusumah Legal and Consultant.
Kasus tersebut adalah terkait putusan perkara perdata PT Kapuas Tunggal Persada sebagai tergugat melawan PT Mitra Maju Sukses.
Raol adalah kuasa hukum dari PT Kapuas.
Putusan tersebut telah dibacakan pada siang hari kemarin dan menolak gugatan PT Mitra.
"Ketua pengadilan yang di lingkungannya terdapat kasus suap juga harus siap mundur," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho.
Emerson juga menilai Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali telah gagal melakukan pengawasan dan reformasi lembaga peradilan.
Selama ini Ketua MA dinilai tidak memiliki sikap tegas terkait maraknya kasus suap yang melibatkan pejabat di lingkungan pengadilan beberapa waktu terakhir.
"Selama ini belum ada pernyataan yang tegas dari Ketua MA. Bahkan menyatakan ini darurat saja kita tidak pernah dengar, hanya ucapan terima kasih kepada KPK. Itu tidak menyelesaikan masalah," ujar Emerson.
Berdasarkan catatan ICW sedikitnya ada 35 orang hakim, panitera, dan pegawai pengadilan yang terjerat kasus korupsi sejak KPK berdiri.
Sedangkan dia menyebut ada belasan oknum lembaga peradilan yang tertangkap KPK sepanjang kepemimpinan Hatta Ali sebagai ketua MA.
Saat ini ICW tidak melihat adanya sosok di lembaga peradilan yang memiliki ketegasan dan semangat untuk memberantas praktik-praktik mafia peradilan.
Padahal, sikap tegas dan keras sangat dibutuhkan dalam menjalankan fungsi pengawasan dalam rangka menjalankan reformasi lembaga peradilan.
"Kata kuncinya ada di Kepala Pengadilan dan Ketua MA. Kalau mereka lembek dan permisif, tidak tegas, tidak mungkin bisa memberantas mafia peradilan," kata Emerson.
"Memang butuh sosok seperti Ahok untuk membenahi lembaga peradilan," ucapnya.
Tukang Ojek Juga Ditangkap
Komisi Pemberantasan Korupsi juga turut menangkap seorang tukang ojek pangkalan saat operasi tangkap tangan yang menjaring Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhamad Santoso.
Tukang ojek, inisial B, ditangkap saat membonceng Santoso di kawasan Matraman, Jakarta Pusat, kemarin.
"Pukul 18.20 WIB SAN (Santoso) ditemukan di atas ojek oleh tim KPK," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
B hingga kini masih dalam pemeriksaan intensif penyidik KPK.
Menurut Syarif, B sangat kooperatif ketika ditangkap dan diperiksa KPK. B adalah tukang ojek pangkalan.
"Dia sangat kooperatif dan memberitahu semua penyidik apa yang dia ketahui," ujar Basaria.
B ditangkap bersama Santoso. Keduanya sedang berhenti karena lampu merah saat itu menyala.
KPK menemukan dua amplop berisi duit puluhan ribu dolar Singapura. Duit tersebut diduga kuat sebagai suap untuk terkait putusan perkara perdata.
Harus Diawasi
Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta agar aparat penegak hukum memberikan pengawasan lebih terhadap kinerja panitera pengadilan.
Hal itu menyusul ditangkapnya empat panitera pengganti pengadilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.
"Kasus di (Pengadilan Negeri) Jakarta Utara, kasus di Jakarta Pusat (menunjukkan) titik simpulnya sepertinya di panitera. (Panitera) pengaturannya sepertinya lebih bebas ke mana-mana," ujar Kalla.
"Selama ini panitera kan kurang diperhatikan, bisa juga," kata dia.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menambahkan, reformasi birokrasi di bidang hukum diperlukan secara menyeluruh. Tak hanya di lembaga peradilan, tetapi juga di kepolisian dan kejaksaan.
"Ya pasti. seperti saya katakan tadi, cuma banyak pemikiran pemikiran dan usulan-usalan dari KY, KPK, dan tentu akan menjadi perbaikan untuk kita semua. Jadi masuknya ini juga di UU, jadi ini juga perhatian DPR," ujarnya.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Pontas Efendy menyambangi Mahkamah Agung untuk memberikan informasi penangkapan paniteranya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Saya menyampaikan persoalan yang baru terjadi di sini. Pimpinan (MA) memberikan arahan untuk bagaimana kita membuat perbaikan-perbaikan. Pengawasan yang lemah akan kita perkuat," kata Pontas di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat.
Pontas mengatakan, akan mendukung proses penyidikan yang dilakukan KPK. Pihaknya akan membantu memberikan data dan informasi yang dibutuhkan oleh penyidik KPK.
"Kita akan koordinasi dengan kerja sama," tutur Pontas.
Kepala Humas PN Jakarta Pusat Jamaluddin Samosir mengatakan hanya Panitera Pengganti Muh Santoso yang ditangkap KPK kemarin. Tidak ada keterlibatan hakim dalam penangkapan tersebut.
"Enggak ada, enggak ada," kata Jamaluddin. (eri/rek/kps/wly)