Ahok Keluarkan Diskresi, Tak ada Pelanggaran Pidana
apapun alasannya diskresi Ahok tak bisa dipidana karena itu kebijakan
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum menjelaskan diskresi yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok agar pengembang pulau reklamasi Teluk Jakarta memberikan kontribusi tambahan sebesar 15 persen, tidak bisa dipidana.
Sejauh ini diskresi yang dikeluarkan Ahok sesuai dengan kewenangannya dan mengacu pada aturan undang-undang (UU).
Hal itu dikatakan Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin dan Refly Harun di Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Irman Putra Sidin mengatakan, diskresi merupakan tindakan atau kebijakan pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi, tetapi tak ada landasan hukumnya atau ada landasan hukumnya tetapi tidak memberikan kepastian.
"Namun, penggunaannya harus oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan tujuannya. Dan semua pejabat pemerintahan bisa mengeluarkan diskresi," kata pendiri Firma Hukum Sidin Constitution itu.
Ia mencontoh petugas polisi lalulintas. Semua orang tahu bahwa di lampu merah pengendara harus berhenti.
Tetapi karena kemacetan parah, polisi mengeluarkan diskresi membolehkan kendaraan terus melintas.
"Itu diskresi yang dilakukan polisi untuk kemanfaatan yang lebih besar. Lalu apakah tindakan polisi itu bisa dipidana? Ya tidak bisa," katanya.
Dalam konteks yang sama, kata dia, Ahok tidak bisa dipidana karena mengeluarkan diskresi 15 persen untuk pengembang, kecuali jika dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Pendapat senada dikatakan Refly Harun. Menurut dia, apapun alasannya diskresi Ahok tak bisa dipidana karena itu kebijakan, kecuali mengandung niat jahat.
"Jadi diskresi tak bisa dipidana, hanya niat jahat menguntungkan pihak tertentu atau perbuatan konspiratifnya yang bisa dipidana," kata Refly Harun.
Dalam konteks reklamasi pantai utara Jakarta, kata Refly Harun, ada landasan hukumnya yakni Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Di dua peraturan itu, kata dia, disebutkan ada kewajiban pengembang menyetor sebesar 5 persen.
Tapi kontribusi tambahan itu tidak disebut besarannya, hanya dikatakan bahwa dana itu untuk mengatasi banjir. Ahok pun berdiskresi mengeluarkan besaran 15 persen.
"Dalam konteks itu jelas tidak ada aturan hukum, tetapi ketika diskresi itu diambil Ahok juga tidak melanggar hukum," kata Refly Harun.
Ahok sendiri mengatakan, angka tersebut ditetapkan setelah melalui kajian dan ditentukan konsultan independen.
Kata Ahok, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tidak menguntungkan pemerintah.
Soalnya, kewajiban pengembang Reklamasi untuk lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk lahan di pulau yang mereka bangun hanya 5 persen.
”Otak saya berpikir sederhana saja. Saya enggak bisa lawan mereka. Mau batalin reklamasi enggak bisa. Mau ambil alih juga enggak bisa. Jadi kumintain duit saja. Bukan duit pribadi, tapi duit resmi. Makanya saya naikkan 15 persen,” kata Ahok.