Mahfudz Siddiq: Pastikan Negara jadi Tempat Hidup bagi Semua Warga Bangsa
Kasus konflik SARA terjadi lagi di Indonesia, tepatnya di Tanjung Balai, Sumatra Utara, melibatkan kelompok melayu-muslim vs cina-budha
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kasus konflik SARA terjadi lagi di Indonesia, tepatnya di Tanjung Balai, Sumatra Utara, melibatkan kelompok, Jumat (29/7/2016) malam.
Pemerintah disarankan, segera melakukan dua hal. Menegakkan hukum terhadap semua pihak yang terlibat dan bertanggungjawab atas kasus tersebut. Lalu, melakukan langkah pencegahan meluasnya konflik tsb ke derah lain.
"Konflik SARA di Tanjung Balai tidak boleh dianggap sepele. Ada potensi letupan konflik yang lebih besar dan luas. Jika itu terjadi maka bisa menjadi pintu kekacauan politik dan ekonomi baru di negeri ini," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq, Sabtu (29/7/2016).
Mahfuz menjelaskan, konflik SARA sedang menjadi tren dunia. Kekacauan politik di kawasan timur-tengah yang melibatkan beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat, memunculkan kekuatan teror baru yang menakutkan, yaitu ISIS.
Buah dari rangkaian aksi teror yang terus berlanjut, katanya lagi, adalah menguatnya sentimen negatif terhadap Islam. Mahfudz menegaskan kembali, ini tercermin dari sikap politik kelompok ultra-nasionalis di beberapa negara eropa.
Sikap politik capres amerika, Donald Thrump, dan meningkatnya tekanan terhadap kelompok muslim di India dan Tiongkok misalnya.
"Ada semacam cipta kondisi global untuk memosisikan Islam dan umat Islam sebagai musuh bersama. Dan pada saat yang sama, imbuh Mahfudz, ISIS dan unsur-unsur pendukungnya terus melakukan serangan terhadap siapapun yang dianggap lawan.
"Kedua, menguatnya posisi dan peran politik kelompok minoritas yang mengusung isu anti-kemapanan. Keberhasilan partai politik ultra-nasionalis (sayap kanan jauh) menguasai pemerintahan dan mengubah kebijakan pemerintahan di sejumlah negara Eropa menjadi bukti nyata," papar Mahfudz.
"Contohnya di Polandia, Italia dan juga kemenangan Brexit di Inggris. Menguatnya dukungan terhadap Trump juga menjadi indikasi tambahan. Kekuatan politik ini diprediksi akan mengusung isu yang berakibat meningkatnya konflik SARA di berbagai negara," ujarnya lagi.
Ketiga, dalam konteks domestik Indonesia. Menurut Mahfudz, kedua hal di atas juga sedang terjadi. Isu terorisme makin menguat dan tidak bisa dipungkiri bahwa isu ini menggiring opini luas bahwa Islam sebagai ancaman.
Ditegaskan, ruang demokrasi juga sedang mencuatkan posisi dan peran politik yang lebih besar kepada unsur minoritas. Sebut saja isu pilkada DKI.
Kontestasi pilpres yang lalu pun sebenarnya tak lepas juga dari nuansa isu SARA.
"Keempat, harus diakui bahwa Indonesia menyimpan riwayat konflik SARA yang panjang dan tetap menjadi bahaya laten. Faktor kesenjangan sosial-ekonomi tetap menjadi pemicu paling mendasar," Mahfudz mengingatkan.
Hal kelima, kata Mahrudz lagi, perlu dicermati serius. Munculnya gejala arogansi dan kontroversi kebijakan yang dipersepsi oleh unsur mayoritas sebagai upaya untuk memenangkan agenda unsur minoritas.