Mahfudz Siddiq: Pastikan Negara jadi Tempat Hidup bagi Semua Warga Bangsa
Kasus konflik SARA terjadi lagi di Indonesia, tepatnya di Tanjung Balai, Sumatra Utara, melibatkan kelompok melayu-muslim vs cina-budha
Editor: Rachmat Hidayat
Sebut saja kontroversi penghilangan kolom agama di KTP, penghapusan perda "syariah", sejumlah kebijakan pemprov DKI yang dianggap merugikan kepentingan umat Islam, plus sikap sang gubernur yang dinilai arogan.
"Kelima faktor skala global dan domestik ini bisa bercampur aduk sedemikian rupa dengan aneka bumbu. Hal ini berjalan di atas realitas Keberagaman masyarakat Indonesia, kesenjangan sosial-ekonomi yang menguat akibat problem ekonomi yang makin berat," paparnya.
Riwayat panjang konflik bernuansa SARA, Mahgfudz menegaskan kembali, dan munculnya model kepemimpinan dan kebijakan yang dipersepsi sebagai pertarungan minoritas versus mayoritas.
Peristiwa Tanjung Balai (jika benar) diawali oleh protes seorang warga keturunan terhadap azan dari sebuah masjid. Suatu yang mengagetkan karena rasanya belum pernah terjadi sebelumnya.
Apa yang mendorong warga tersebut melakukan protes yang memicu kemarahan? Dan kenapa reaksi balik dari ribuan warga lainnya begitu dahsyat? Kasus ini berpotensi menjadi apa bagi republik?" Mahfudz mempertanyakan.
Kasus Tanjung Balai merupakan peluit peringatan yang sangat keras buat bangsa ini dan semua jajaran pemerintahan di pusat dan daerah.
"Pilihan kita adalah berpihak pada kesatuan dan persatuan bangsa. Tetapi negara harus menegakkan hukum terhadap siapapun yang terbukti merusaknya. Siapapun dia. Sambil negara memastikan bahwa dirinya mampu menjadikan Indonesia sebagai tempat hidup yang harmoni bagi semua warga bangsa," saran Mahfudz Siddiq.