Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dipertanyakan, Anggaran Ratusan Juta Rupiah untuk Eksekusi Mati Terpidana Narkoba

Julius menilai komitmen pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan narkoba harus dipertanyakan.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Dipertanyakan, Anggaran Ratusan Juta Rupiah untuk Eksekusi Mati Terpidana Narkoba
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah massa dari Aliansi Tolak Hukuman Mati melakukan aksi di depan Istana Negara, Jakata, Selasa (26/7/2016). Dalam aksinya mereka meminta pemerintah untuk memberikan grasi dan membatalkan eksekusi mati bagi terpidana Merry Utami (MU) yang rencananya akan dilaksanakan pada akhir Bulan Juli 2016. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menganggap Indonesia sudah dilanda darurat narkoba.

Tindakan tegas pun dilakukan terhadap mereka yang terbukti mengedarkan barang haram tersebut, termasuk menolak permohonan grasi dari terpidana mati kasus narkoba dan memprioritaskan mereka dalam pelaksanaan hukuman mati.

Arif Maulana, pengacara publilk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, menyebut data dari Badan Narkotika Nassional (BNN) bahwa dalam kurun waktu 2008 - 2015 sudah 21 orang terpidana mati kasus narkoba yang dieksekusi mati.

Namun jumlah penggunanya justru naik dari 3,5 juta orang pada 2008 menjadi 5,1 juta orang pada 2015 lalu.

"Hukuman mati terbukti tidak efektif," ujar Arif dalam konfrensi pers bersama koalisi masyarakat sipil di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).

Aktivis Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan di negara lain para pengedar narkoba justru dimanfaatkan untuk membongkar jaringannya sampai habis, dan tidak dieksekusi mati.

Hal itu jugalah yang membuat Dwi Wulandari, warga negara Indonesia yang kedapatan membawa narkoba di Filipina, lolos dari hukuman mati.

Berita Rekomendasi

"Diplomasi Indonesia dalam menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati juga terbebani, bahwa kita juga masih melaksanakan hukuman mati," ujar Wahyu dalam kesempatan yang sama.

Dari segi anggaran, komitmen pemerintah juga harus dipertanyakan dalam memberantas permasalahan terkait narkoba.

Kordinator Bantuan Hukum YLBHI, Julius Ibrani, menambahkan bahwa untuk mengeksekusi seorang terpidana mati, pemerintah menganggarkan lebih dari Rp 400 juta.

Padahal anggaran untuk obat bagi para terpidana kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang adalah Rp 0.

Terpidana kasus narkoba, adalah 60 persen penghuni lapas tersebut dan sebagian besar dari mereka adalah pengguna, bukannya pengedar.

"Pemerintah mau menganggarkan hukuman mati ratusan juta rupiah, tapi tidak mau menganggarkan obat untuk para pengguna di LP Cipinang," ujarnya.

Ia mengaku curiga, data pemerintah yang mengatakan bahwa banyak orang sekarat bahkan mati karena narkoba adalah mereka yang masuk penjara karena kasus narkoba, namun tidak ditangani dengan baik oleh pemerintah.

Dengan segala kebijakan yang terbukti tidak efektif itu, Julius menilai komitmen pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan narkoba harus dipertanyakan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas