Panitera Pengadilan Negeri Kota Bengkulu Pakai Tongkat Saat Diperiksa KPK
Badaruddin yang berjalan sedikit terpincang, mengaku sakit sehingga menggunakan tongkat tersebut.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitera Pengadilan Negeri Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin kini mengenakan tongkat saat diperiksa penydik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Badaruddin yang berjalan sedikit terpincang, mengaku sakit sehingga menggunakan tongkat tersebut.
Ketika ditanya terkait penyakitnya, Badaruddin tidak menjawab.
Dia hanya menjawab belum ke dokter terkait sakit yang dideritanya.
"Belum," kata Badaruddin di KPK, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Kuasa hukum Badaruddin, Rahmat Aminuddin, sebelumnya menurutkan jika kliennya menderita penyakit tulang belakang.
Menurut Rohmat, pihaknya telah menyertakan hasil rontgen dan pemeriksaan x ray dari RS Tiara Sella bagian radiologi, Bengkulu ke KPK.
"Dia bermasalah tulang belakangnya," kata Rahmat, awal Juni lalu.
Sekedar informasi, Badaruddin adalah tersangka terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011.
Selain Badaruddin turut ditetapkan empat orang tersangka lainnya yakni Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Janner Purba, Hakim Toton, dan dua unsur swasta yakni bekas Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii dan bekas Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santron.
Janner dan Toton total menerima suap Rp 650 juta untuk mempengaruhi putusan terkait kasus penyalahgunaan Honor Dewan Pembinaan RSUD Bengkulu.
Uang tersebut diperoleh dari Syafri Syafii dan Edi Santron yang menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu.
Uang tersebut diserahkan dua kali. Pertama, Janner mendapat Rp 500 juta dari Edi tanggal 17 Mei 2016.
Uang tersebut masih berada di lemari kerja Janner Sementara Rp 150 juta diserahkan saat penangkapan Janner.