Kasus Arcandra dan Gloria, Perlukah Penerapan Dwikewarganegaraan?
penerapan asas Dwikewarganegaraan harus dipikirkan secara baik dan matang.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus kewarganegaraan ganda yang menimpa mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar dan anggota Paskibraka Gloria Natapradja Hamel membuat DPR mempertimbangkan untuk merevisi UU Kewarganegaraan RI.
Hal ini diakui oleh Ketua DPR Ade Komarudin saat dimintai tanggapan soal status Arcandra dan Gloria.
Namun pertanyaannya kini, apakah revisi UU Kewarganegaraan yang akan mengakomodasi asas Dwikewarganegaraan merupakan jawaban dari masalah yang dihadapi oleh Arcandra ataupun Gloria?
Bahkan untuk merealisasikan keinginan Presiden untuk memanggil putra putri asal Indonesia yang telah memiliki nama harum di luar negeri?
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menegaskan jawabannya tidak!
Dia tegaskan, masalah penerapan asas Dwikewarganegaraan harus dipikirkan secara baik dan matang.
"Meski UU Kewarganegaraan 2006 telah mengakomodasi asas dwikewarganegaraan yang terbatas, namun untuk menerapkan secara utuh belum saatnya bagi Indonesia," ujar Prof Hikmahanto kepada Tribunnews.com, Sabtu (20/8/2016).
Banyak alasan untuk ini kata Hikmahanto, yakni pertama, dwikewarganegaraan yang utuh dalam penerapannya akan memungkinkan orang asing yang tidak mempunyai kaitan dengan Indonesia dapat memiliki kewarganegaraan Indonesia.
Kedua, katanya, dwikewarganegaraan rentan untuk disalahgunakan untuk melakukan kejahatan.
Bahkan dia mengingatkan, dwikewarganegaraan juga kerap dimanfaatkan untuk menghindari pajak dari negara yang memasang tarif lebih tinggi.
Belum lagi kata dia, saat ini kewarganegaraan Indonesia mempunyai ‘harga’.
Dalam kasus penyanderaan yang terjadi di Filipina Selatan yang dicari oleh penyandera adalah mereka yang berpaspor Indonesia.
Demikian juga pelaku pembunuhan di Arab Saudi yang harus membayar uang diyat akan berharga bila berkewarganegaraan Indonesia.
Karena bagi mereka Indonesia sangat berbaik hati untuk mau membayar uang yang dituntut.