''Jangan Sampai Gara-gara Pilkada Semangat Toleransi Kita Turun''
Bahkan, jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, Indonesia jauh lebih toleran.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengingatkan, agar seluruh pihak dapat menahan diri serta tidak membawa isu agama untuk kepentingan politik.
Menjelang pelaksanaan pilkad serentak jilid dua, situasi dan kondisi di sejumlah wilayah dinilainya memanas.
"Apalagi kita sedang banyak sekali masalah dalam negeri. Tegang sekali. Padahal ini masalah hidup tidak perlu tegang,” kata Jimly, di Universitas Al-Azhar, Jakarta, Jumat (14/10/2016).
Menurut dia, Indonesia sebenarnya sudah terbiasa menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan pluralisme dan toleransi.
Bahkan, jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, Indonesia jauh lebih toleran.
“Kalau di Amerika, orang Katolik harus menunggu dua abad baru bisa jadi presiden. Lalu orang kulit hitam harus menunggu 2,5 abad. Perempuan mungkin baru akan terpilih nantinya,” ujar dia.
Jimly mencontohkan, di Kalimantan Tengah yang 60 persen warganya merupakan pemeluk agama Islam, selama dua periode lalu dipimpin oleh Teras Narang yang notabene merupakan non-muslim.
Begitu pula yang terjadi di Kalimantan Barat.
“Gubernurnya Katolik, wakilnya Kristen, Chinese,” ujar Jimly.
Ia menambahkan, jika di pilkada terdapat calon kuat namun memiliki keyakinan berbeda dengan agama mayoritas penduduk, maka sebaiknya tetap diberikan kesempatan.
Nantinya, masyarakat yang akan menentukan apakah calon tersebut layak untuk memimpin suatu daerah atau tidak.
“Jangan sampai gara-gara pilkada semangat toleransi kita turun. Kita ingin mengedepankan pentingnya semangat dialog, religion peace. Ini bukan hanya berlaku bagi kita, tapi bagi dunia,” ujar Jimly.(Dani Prabowo)