Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelangi Indah Penyelenggaraan Final Sepakbola Cerebral Palsy Peparnas XV/2016

Hujan gerimis mewarnai langit Bandung minggu sore (23/10/2016) itu tidak mampu menyamarkan air mata yang mengucur cukup deras dari Peparnas 2016.

Editor: Content Writer
zoom-in Pelangi Indah Penyelenggaraan Final Sepakbola Cerebral Palsy Peparnas XV/2016
dok. Pemprov Jabar
Pertandingan final cabang olahraga sepakbola cerebral palsy Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV Jawa Barat 2016 yang dihelat di Lapangan Progresif, Jalan Sukarno-Hatta, Bandung. 

Hal ini ditegaskan oleh dr. Uray Aldo Juviar yang bertugas sebagai relawan medis untuk cabor sepakbola cerebral palsy.

Dokter jaga IGD Hermina Arcamanik ini mengaku amat takjub dengan perjuangan para atlet.

“Mereka tampaknya berlatih dengan baik. Terlihat hampir tidak ada perbedaan dengan atlet biasa. Ini luar biasa. Untuk kesehariannya sendiri pasti sulit. Ini mereka untuk kegiatan olahraga yang seberat ini yang full body contact seperti ini, pasti latihannya tidak sembarangan,” kata dr. Uray.

Menurut dokter 29 tahun ini, seseorang dengan cerebral palsy akan kesulitan dalam kegiatan motoris seperti menggerakan tangan dan kaki.

Hal ini pula yang membuat mereka menjadi rentan akan cedera terutama karena berbenturan maupun terjatuh.

“Mereka punya keterbatasan, salah satunya kelemahan motoris. Sehingga mereka lari tidak seimbang. Juga kalau jatuh cenderung tidak bisa menahan,” jelas dr. Uray.

Mendengar penjelasan dr. Uray, wajar rasanya kalau rasa sedih itu mesti dibuang jauh-jauh.

Berita Rekomendasi

Secara kasat mata, penampilan mereka di atas lapangan memang tidak menunjukkan kalau mereka mesti menjalani hidup dengan begitu berat.

Mampu menendang bola, mengumpan, menangkap, sampai mencetak gol, adalah satu hal yang begitu luar biasa dilakukan oleh para pemain.

Iwan sebagai pelatih mengemukakan bahwa timnya telah mengingatkan kepada para pemain untuk tak terlalu jemawa saat menang, dan harus memahami bagaimana rasanya saat kalah.

Namun, tetap saja, kekalahan tetaplah kekalahan. Air mata yang menetes mustahil untuk dikembalikan.

Pada akhirnya, di suatu masa, air mata itu akan terlupakan dan tergantikan, bukan oleh kesedihan tetapi oleh kebanggaan.

Seperti halnya pelangi setelah turun hujan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas