Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lewat Pelepah Sawit, Tiga Mahasiswa Universitas Brawijaya Lahirkan BIOLATE

Tiga mahasiswa Universitas Brawijaya ini punya mimpi mulia, sudah separuh jalan mengolah pelepah sawit jadi bioetanol sebagai energi baru terbarukan.

Penulis: Y Gustaman
zoom-in Lewat Pelepah Sawit, Tiga Mahasiswa Universitas Brawijaya Lahirkan BIOLATE
Tribunnews.com/Y Gustaman
Wisnu Aninditya, Nada Mawarda Rilek dan Ameiga Putri (berjejer paling kiri) menjelaskan soal inovasi mereka BIOLATE, Bioethanol of Palm Oil Waste, di Pertamina Science Fun Fair 2016, Grand Atrium Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Sabtu (29/10/2016). TRIBUNNEWS.COM/Y GUSTAMAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Y Gustaman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang dosen menarik nafas dalam-dalam. Ia memandangi mahasiswinya setengah tak percaya, mengajukan penelitian tentang bioetanol yang masih banyak orang belum lakukan.

Nada Mawarda Rilek diam sesaat. Proposalnya ingin meneliti bioetanol dari tumbuhan yang mengandung lignoselulosa mendapat penolakan halus dari dosen tersebut.

"Dek, kamu sudah membaca buku berapa banyak? Referensi Indonesia atau luar negeri?" dosen tadi melemparkan pertanyaan.

"Sejauh mana mau membuat penelitian itu? Kamu harus membaca hasil tesis yang sudah mengarah ke detil. Kalau tesis bahasa Indonesia masih kurang. Ilmu kalian belum sampai ke sana."

Alih-alih memberikan dukungan moril dan bimbingan untuk penelitian ini, dosen yang dianggap killer oleh para mahasiswanya itu membuat Nada ragu.

Ia pamit dari ruangan si dosen. Nada, masih ingat ketika itu tahun 2014, masih semester dua masuk tiga di Jurusan Teknologi Industri Pertanian dan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

BERITA TERKAIT

Masukan sang dosen Nada anggap lecutan. Sejumlah seminar tentang bioetanol yang ia ikuti di kampus menebalkan cita-citanya untuk memastikan penilaian dosen tadi keliru.

Berbilang tahun ia dan timnya yang terdiri dari Wisnu Aninditya dan Ameiga Putri berhasil menghasilkan produk BIOLATE, Bioethanol of Palm Oil Waste. Kadar kemurnian bioetanol mereka 94 persen, kurang 5 persen lagi untuk menjadi bahan bakar.

Di Pertamina Science Fun Fair 2016, Grand Atrium Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Sabtu (29/10/2016), BIOLATE satu dari sekian yang membuka stan dan memamerkan produk inovasinya.

Silih berganti pengunjung datang bertanya soal inovasi bioetanol. VP Corporate Communication PT Pertamina Wianda Pusponegoro; Direktur Sistem Inovasi Kementerian Ristek dan Dikti, Ophirtus Sumule; dan Direktur Gas, Energi Baru dan Terbarukan PT Pertamina Yenni Andayani, sekian orang yang meninjau stan BIOLATE.

Sejak mahasiswa baru, Nada dan mahasiswa di fakultasnya tertantang oleh kebijakan kampus. Mahasiswa, baik individu atau kelompok, yang berprestasi di event Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional, Olimpiade Sains Nasional Pertamina, dan ajang internasional, bebas tak ajukan skripsi.

"Bisa di bilang senior sebelum kami sudah banyak berprestasi di tingkat nasional dan internasional. Kami ditantang sudah sejak mahasiswa baru untuk berinovasi," kata Nada.

Nada, Ameiga dan Wisnu, meski bukan menjadi juara pertama di Olimpiade Sains Nasional Pertamina 2015, BIOLATE sangat ekonomis untuk dikembangkan dalam skala industri lebih besar.

Kini, proyek BIOLATE masuk inkubasi PT Pertamina. Ada kelompok mahasiswa lain mendapat pendampingan Pertamina, mereka dari kampus di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Pelepah Sawit

Niatan mengajukan penelitian tentang bioetanol Nanda dan kawan-kawan tetap mereka lakukan. Bongkar pasang tim terjadi selama penelitian. Akhirnya tim mendapat komposisi yang pas.

penemu BIOLATE
Wisnu Aninditya (tak terlihat), Nada Mawarda Rilek dan Ameiga Putri, di stan mereka yang menghadirkan inovasi BIOLATE, Bioethanol of Palm Oil Waste, di Pertamina Science Fun Fair 2016, Grand Atrium Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Sabtu (29/10/2016). TRIBUNNEWS.COM/Y GUSTAMAN

Mengaca masukan dosen killer tadi, sambil memperkaya pengetahuan, Nada, Wisnu dan Ameiga mengikuti lomba karya tulis ilmiah di Universitas Indonesia dan IPB pada 2014.

"Kami dapat uang atau modal awal dari lomba karya tulis ilmiah di UI dan IPB," Nada mengenang.

Pada satu kesempatan ada sebuah seminar yang mendatangkan petani kelapa sawit dari Kalimantan dan Sumatera. Mereka mengeluh, begitu banyak pelepah sawit tak terurus sia-sia.

"Dari situ kita tertantang membuat bioetanol. Apa pun tanaman yang mengandung gula bisa menghasilkan bioetanol. Nah, pelepah sawit mengandung karbohidrat tinggi tapi tidak untuk dimakan," Wisnu menimpali.

Tim pernah mencoba jerami padi, tongkol jagung, bagase, batang tembakau, bungkul kelapa sawit dan tandan kosong kelapa sawit. Sampai pilihan mereka jatuh pada pelepah sawit karena hasilnya banyak.

Di tengah mencari formula terbaik, tak sekali dua mereka membaca referensi, bertanya ke banyak dosen untuk mendapat pencerahan soal bioetanol. Banyak hal mereka tak pelajari secara mendalam bioteknologi di jurusan mereka.

Nada mengaku, bioetanol mereka pelajari di semester empat tapi tak mendalam. Boleh dibilang, ada sejumlah ilmu yang digunakan dalam proyek penelitian mereka justru ada di jurusan lain.

Tim mengawali memanfaatkan pelepah sawit dengam memotong kecil-kecil sampai seperti serbuk. Serbuk kasar ini lalu diproses melalui pretreatment sampai berukuran nano untuk melepaskan ligninnya.

Pretreatment pelepah sawit BIOLATE kini sudah dipatenkan. Setelah pretreatment masuk proses hidrolisis sampai menghasilkan glukosa, sebagai kandungan inti sebelum difermentasi dan menghasilkan etanol.

Nada yang berada di samping Ameiga lalu berbisik, "Kita menggunakan formula rahasia waktu membuat gulanya. Proses fermentasi juga menguras tenaga dan pikiran kami."

Proses fermentasi glukosa mereka gunakan yeast atau ragi murni untuk menghasilkan etanol. Etanol bening yang masih mengandung air dipisahkan melalui proses destilasi. Eureka! Jadilah bioetanol murni.

"Kami kurang ahli di tenaga bioteknologi. Kami harus belajar ulang. Itu yang membuat penelitian kami lama. Sambil jalan, dapat informasi langsung kami terapkan. Kekurangannya di situ, akhirnya kami dapat," Nada menambahkan.

Wisnu, Nada dan Ameiga serempak mengatakan selama proses inkubasi, kelompoknya berusaha memangkas empat fase pembuatan bioetanol menjadi tiga fase saja. Sehingga tahap produksi lebih efektif agar tak banyak memakan ongkos.

"Sekarang kita mencoba menggabungkan proses hidrolisis dan fermentasi, menggunakan arming yeast sehingga harga lebih murah," Wisnu menambahkan.

Kehabisan Uang Saku

Mendapat pendampingan Pertamina selama tiga tahun benar-benar mereka manfaatkan semaksimal mungkin. Tahun pertama mereka mengoptimasi hasil proyek mereka yang diparesiasi juri di Olimpiade Sains Nasional Pertamina 2015 lalu.

Pada tahun kedua, mereka melakukan pilot plan. Di masa ini mereka berupaya menggandakan proses produksi lebih banyak. Tahun terakhir, proyek mereka bisa diaplikasikan.

Mereka tak lagi kesulitan mencari laboratorium seperti proses awal dulu untuk memantapkan formula, agar kandungan bioetanol yang dihasilkan bisa 99 persen.

Kini, mereka mendapat kemudahan memakai laboratorium LIPI di Serpong, Tangerang Selatan, hasil kerja sama dengan Pertamina.

"Skala laboratorium LIPI untuk produksi mililiter. Peralatannya di sana lengkap," kata Nada lalu melanjutkan, "Di LIPI kami mendapat bimbingan di laboratorium biotek, jadi kami sangat terbantu."

Jauh sebelum itu, Ameiga bercerita, tak sedikit uang mereka terkuras menyewa laboratorium di kampus lain atau milik swasta. Sampai-sampai mereka lupa sudah berapa banyak uang jajannya terkuras demi penelitian bioetanol.

"Sudah banyak uang yang kami habiskan. Suka dukanya di situ, kadang kami harus merepotkan orangtua," ungkap Ameiga.

Tak semua tahapan penelitian bisa selesai di satu laboratorium. Mereka harus pindah ke laboratorium lain karena tidak semua alat ada di satu laboratorium. Tentu saja untuk berpindah dari satu laboratorium ke laboratoirum lain butuh dana.

Setelah mendapat pendampingan dari Pertamina dibantu LIPI, Nada, Wisnu dan Ameiga berusaha keras menyempurnakan proyek BIOLATE. Mereka berharap keinginannya tercapai, menjadikan pelepah sawit sebagai energi baru terbarukan ke depannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas