Indahnya Peran Bunda “Kedua” di Tempat Penitipan Anak Gedung Sate
Para ibu yang bekerja di gedung ikonik ini dapat menitipkan anaknya di day care tersebut dengan membayar Rp. 400.000 per bulan.
Editor: Content Writer
Di tengah kesibukan para ibu yang berkarir, termasuk para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, banyak solusi sudah lahir, diantaranya seperti layanan Tempat Penitipan Anak (TPA) yang terletak di sayap kiri Gedung Sate dan telah eksis sejak tahun 2010 lalu.
Para ibu yang bekerja di gedung ikonik ini dapat menitipkan anaknya di day care tersebut dengan membayar Rp. 400.000 per bulan.
Lobby Tempat Penitipan Anak (TPA) Gedung Sate, Senin (7/11/2016)
Di tempat yang digagas Pemprov Jawa Barat ini, tersedia fasilitas antara lain ruang bermain/belajar, ruang tidur untuk anak laki-laki, perempuan, bayi, dan ruang menyusui (pojok laktasi). Tersedia pula sarana mandi serta snack bagi sang anak.
Sejak pukul 07.00 pagi, para anak mulai dititipkan kepada 10 staff yang merawat serta menjaganya. Kesepuluh staff ini tak ubahnya menjadi sosok ibu pengganti bagi sang anak yang dititipkan. Maka itu, mereka dipanggil dengan sebutan Bunda.
Dian (40), salah seorang Bunda di tempat tersebut mengatakan, saat ini jumlah anak yang dititipkan di TPA Gedung Sate berjumlah 16 anak dengan usia paling kecil 11 bulan dan paling besar 8 tahun.
"Aktivitas anak-anak di TPA dimulai pukul 07.00 pagi untuk sarapan, kemudian dilanjutkan bermain bebas hingga pukul 10.00 pagi. Barulah pada pukul 10.00 hingga 12.00 anak-anak diarahkan belajar. Kegiatan belajar yang menyenangkan bagi anak," katanya saat ditemui, Senin (7/11/2016) siang.
Anak-anak sedang menggambar di Tempat Penitipan Anak Gedung Sate, Senin (7/11/2016)
Proses belajar menggunakan kurikulum tertentu, seperti di Taman Kanak-Kanak (TK) saja. Namun murid tak harus selalu duduk manis, karena pendekatannya lebih ke bermain sambil belajar.
Dian mengatakan, selepas jam belajar tadi, anak-anak mulai bersiap tidur siang. Mengajak anak-anak tidur siang bukanlah hal sulit bagi para bunda di tempat penitipan anak ini.
Mereka sengaja membiasakan anak-anak mematuhi jadwal. Apabila lampu kamar sudah dimatikan, anak-anak otomatis naik ke tempat tidur masing-masing dan mulai terlelap. Untuk ruang tidur, TPA Gedung Sate memisahkan antara ruang tidur anak laki-laki, anak perempuan, dan bayi.
Ketika anak-anak terlelap tidur siang di Tempat Penitipan Anak Gedung Sate, Senin (7/11/2016)
“Anak-anak di sini itu lama-lama sudah terbiasa dengan jadwal. Nanti kan jam setengah tiga bangun nih. Nah, kita banguninnya itu cukup nyalain lampu aja. Mereka nanti bangun sendiri,” timpal Sari (21), yang saat ini membagi waktu kuliah dan kerjanya sebagai ibu kedua bagi anak-anak di TPA Gedung Sate.
Jadwal di TPA Gedung Sate dilanjutkan dengan mandi pada pukul 14.30 siang. Barulah setelah itu, para bunda membebaskan anak-anak untuk bermain kembali. Dan, mulai pukul 16.00, anak-anak pun berpamitan dengan para bunda “kedua” mereka karena telah dijemput.
Setiap bunda mengasuh dua anak. Namun, bagi yang mengasuh bayi, difokuskan mengasuh satu bayi itu saja. Saking dekatnya, kedekatan mereka terhadap anak-anak asuhannya kadang melebihi kedekatan anak itu sendiri dengan orang tuanya.
“Ada juga anak yang kalo di jemput itu susah diajak pulang. Kadang lebih nurut sama saya dari pada ibunya. Soalnya, saya suka ngebiasain mereka mandiri kalo di sini. Apa-apa saya suruh mereka ambil sendiri. Nah, kalo di rumah ternyata dimanjain sama ibunya," ujar Dian.
Peran Bunda
Bagi Dian maupun Sari, tugas utama bunda “kedua” di tempat tersebut adalah menciptakan suasana senyaman mungkin, sehingga anak-anak betah dan ingin terus belajar dan bermain di day care ini.
Para bunda ini berasal dari latar belakang berbeda-beda. Ada dua orang yang berasal dari latar belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sisanya ada yang dari dari lulusan sastra, pendidikan agama, ataupun administrasi.
Bagi mereka, meski latar pendidikan beda, namun yang menyatukan adalah karena senang anak-anak. Tak pernah ada beban terlihat dari raut wajah para bunda TPA Gedung Sate. Masalah yang mereka hadapi akan langsung sirna setelah bertemu anak-anak yang mereka asuh.
“Saya seneng banget bisa masuk ke dunia anak gini. Jadi nggak ada beban. Kadang kalo kita lagi nggak mood, anak-anak ini peka lho. Jadi, saya kalo mulai ketemu mereka langsung saya lupain aja itu semua masalah-masalah,”ujar Dian, bersemangat.
Para bunda juga ditekankan untuk tidak membatasi kreativitas anak-anak asuh mereka. Teman-teman “imajiner” yang dimiliki pun dibiarkan untuk dibawa masuk.
Sahabat imajinernya hingga barang kesayangan dipersilahkan masuk, seperti ada yang suka bawa selimut kesayangan, guling, atau apapun diperbolehkan.
Warna-warna ini tambah seru karena tantangan. Misalnya, di day care tersebut, ada tiga anak penyandang berkebutuhan khusus yang tetap bisa mereka tangani sekalipun tak ada yang menempuh jalur pendidikan khusus. Atau, seperti fenomena umumnya, ada yang main gadget terus. Ini pun bisa diarahkan para bunda kedua agar bisa meninggalkan dan lantas banyak bergerak saat di TPA.
Dian mengaku semua pengalaman ini demikian berkesan. Apalagi yang menitipkan anak makin naik tiap tahunnya. Dia mengaku sangat sedih apabila ada anak asuhannya yang dirawat sejak bayi hingga usia sekolah dasar harus keluar dari TPA tersebut.
“Saya pernah nangis tuh waktu ada yang keluar dari sini. Soalnya saya ngasuh dia dari bayi banget,” ujarnya nanar, sembari mengenang. (*)