Kata Fadli Zon, Gerindra Tidak Minta-minta Jabatan ke Jokowi
Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto memunculkan wacana kocok ulang koalisi.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto memunculkan wacana kocok ulang koalisi.
Namun, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menegaskan pihaknya tetap berada di luar pemerintahan.
"Pak Prabowo sudah sampaikan, kita tetap diluar pemerintahan," kata Fadli Zon di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Fadli mengatakan sikap Gerindra tetap kritis yang menyampaikan check and balances kepada pemerintah.
Gerindra, kata Fadli, akan mendukung program pemerintah yang baik untuk masyarakat.
"Kita tidak mau terpecah belah. Pak Prabowo menyampaikan usulan-usulan. Kebijakan, selama bagus akan kita dukung, kalau tidak maka akan kita koreksi dengan kritik," kata Wakil Ketua DPR itu.
Baca: Peluang Reshuffle Kabinet Terbuka, Gerindra Masuk Pemerintahan Jokowi, Ini Tiga Indikasinya
Baca: Dua Kali Bertemu Jokowi, Akankah Gerindra Merapat ke Pemerintahan? Ini Jawaban Prabowo
Fadli pun mengaku Presiden Jokowi tidak menawarkan Gerindra masuk ke dalam pemerintahan.
Apalagi, terkait kursi menteri.
"Saya kira enggak ada pembicaraan ke sana. Gerindra enggak ada minta-minta jabatan. Kalau mau dari awal saja. Kita ambil posisi strategis, di luar pemerintahan strategis buat Gerindra," kata Fadli.
Sebelumnya, Direktur LIMA Ray Rangkuti menilai Gerindra berpeluang masuk pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Hal itu terlihat dari sejumlah indikasi kedekatan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Presiden Jokowi.
"Kalau Gerindra masuk ke dalam, koalisi presiden sangat besar dan mungkin akan sangat efektif. Pertanyaannya apakah gerindra apakah mau? Kita perlu lihat tiga indikasi. Pernyataan Prabowo yang menyatakan siap bantu presiden kapanpun dimanapun, itu sinyal yang kuat," kata Ray dalam diskusi dikawasan Menteng, Jakarta, Minggu (20/11/2016).
Ray mengakui adanya indikasi kocok ulang koalisi pemerintahan. Hal itu terlihat saat demonstrasi dugaan penistaan agama.
Dimana, partai pendukung pemerintah yakni PAN dan PPP tidak meredam aksi tersebut.
"Saran saya, diubah. Jadi ada tiga varian kalau presiden mau menguubahnya. Tapi dari tiga varian itu, ya dua partai itu setidaknya out dari koalisi, yaitu PAN dan PPP," kata Ray.