Menteri Lukman Nilai UU terkait Penodaan Agama Tidak Perlu Dihilangkan
Lukman Hakim Saifuddin menilai bahwa Undang-Undang tersebut seharusnya dilihat dari sisi preventif, bukan hanya untuk menindak
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai bahwa Undang-Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama tidak perlu dihilangkan.
“Saya menangkapnya bukan menghilangkan tapi bagaimana agar Undang-Undang itu didudukkan secara semestinya,” ujar Lukman Hakim Saifuddin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/1/2017).
Lukman Hakim Saifuddin menilai bahwa Undang-Undang tersebut seharusnya dilihat dari sisi preventif, bukan hanya untuk menindak atau menghukum orang yang melanggarnya.
“Jadi tidak lalu kemudian digunakan untuk menghukum orang dengan dalih menista atau monoda tapi betul-betul harus dimaknai bahwa itu dalam rangka sebenarnya agar masing-masing ajaran agama, khususnya terkait dengan pokok-pokok atau isi ajaran agama itu tidak lalu kemudian disimpangi oleh siapapun juga lalu menimbulkan kerawanan sosial yang tidak semestinya,” kata Lukman Hakim Saifuddin.
Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan sejarah lahirnya Undang-Undang tersebut ketika pada tahun 1965 banyak yang mengaku tokoh agama atau ahli agama yang justru menyebarkan ajaran yang bertolak belakang dari ajaran agama itu sendiri.
“Sehingga muncul Undang-Undang itu. Jadi sebenarnya Undang-Undang itu lahir untuk menjaga agar prinsip-prinsip dasar, pokok-pokok agama tentu tidak boleh dinista, dinodai oleh siapa pun. Itu pernah diuji di MK dan MK memutus bahwa Undang-Undang itu masih sangat relevan untuk konteks ke-Indonesiaan kita,” ucap Lukman Hakim Saifuddin.