Pansus Pemilu Usul Ada Denda Buat Penyedia Media Sosial Jika Sebarkan Hoax
Pansus akan minta Kementerian Komunikasi dan Informatika mengundang Google, Facebook, Instagram, Twitter, dan Yahoo.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu mengusulkan denda bagi media sosial bila menyebarkan informasi hoax dalam setiap tahapan Pemilu 2019.
"Ada gagasan dari Pansus Pemilu untuk denda bagi penyedia media sosial kalau mereka menyebarkan hoax, ujaran kebencian, SARA, kampanye hitam, dan fitnah dalam tahapan Pemilu 2019," kata Ketua Pansus RUU Penyelenggara Pemilu Lukman Edy di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Pansus, kata Lukman, akan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengundang perwakilan media sosial di Indonesia seperti Google, Facebook, Instagram, Twitter, dan Yahoo.
"Karena melihat fenomena masifnya media sosial menebar kebencian, SARA sehingga kami mau ada pembatasan," ujar Politikus PKB itu.
Lukman menilai apabila ada akun-akun di media sosial yang memenuhi ketentuan tersebut, yang bisa dilakukan Kemenkominfo adalah memblokir namun sejam kemudian bisa muncul lagi.
Karena itu menurut Lukman, harus dilakukan pencegahan dari hulu yaitu penyedia layanan media sosial dan itu sudah dipraktikknya di Tiongkok dan Jerman.
"Kemungkinan bisa diterapkan, model di Tiongkok yaitu tidak boleh dan Jerman mengenakan denda," kata Lukman.
Selain itu, Lukman juga menjelaskan pengaturan media dalam RUU Pemilu sebenarnya sudah ada. Namun, sebatas lembaga penyiaran, media cetak dan elektronik.
Ia mengungkapkan media online belum diatur secara rinci dalam RUU tersebut karena memiliki sistem yang berbeda misalnya dalam menyiarkan kampanye pemilu.
"Kami ingin tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu meningkat. Sementara itu kalau penyelenggara pemilu memasang iklan kampanye, sistemnya berbeda antara media televisi dan media daring," kata Lukman.(*)