Indra Sahnun: Anggita Sehari-hari Sales Apartemen, Bukan Kekasih Patrialis Akbar
"Saya rasa ini hanya jebakan saja," ujar Indra Sahnun Lubis, Ketua Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI)
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indra Sahnun Lubis, Ketua Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) angkat suara soal Anggita Eka Putri, seorang perempuan yang ditangkap bersama dengan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar di Grand Indonesia. Menurut Indra, Anggita bukanlah kekasih dari Patrialis.
Melainkan hanya seorang sales yang menawarkan apartemen ke Patrialis. "Dia (Anggita) itu sales apartemen, bukan pacar atau segala macam seperti yang diberitakan," katanya di Kantor KPK, Jakarta, kemarin.
Pada awak media, Indra mengaku tengah disetujui menjadi kuasa hukum oleh istri Patrialis Akbar. Namun Indra belum menunjukkan resmi soal surat kuasa penunjukan dirinya sebagai kuasa hukum.
Masih menurut Indra, Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Patrialis Akbar tidak memiliki dasar, bahkan menurutnya itu hanya jebakan belaka. "Saya rasa ini hanya jebakan saja," ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku memiliki bukti kuat saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar pada Rabu (25/1/2017) lalu.
Jubir KPK, Febri Diansyah membeberkan beberapa bukti miliki KPK yang mengindikasi terjadi pemberian suap pada Patrialis yang selalu dibantah oleh Patrialis dan Basuki.
Bukti kuat pertama yakni sebelum ditangkap bersama seorang perempuan di Grand Indonesia, Jakarta, pada Rabu malam, pada pagi harinya, Patrialis bertemu rekannya, Kamaludin di sebuah lapangan golf yang berada di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan ini, Kamaludin diduga memberikan uang suap dari pengusaha impor daging Basuki Hariman pada Patrialis terkait uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Ternak.
"Pagi hari, PAK (Patrialis Akbar) sudah bertemu dengan KM (Kamaludin) swasta yang diduga sebagai pihak perantara kasus suap ini di lapangan golf Rawamangun. Sebelum OTT, mereka sudah bertemu di sana. Pada saat itulah indikasi transaksi terjadi," ujar Febri.
Keyakinan adanya transaksi suap makin kuat karena tim penyidik yang menangkap Kamaludin menemukan draf putusan MK nomor 129 tentang uji materi UU nomor 41 tahjun 2014. "Draf putusan itulah yang diduga ditransaksikan antara (PAK) Patrialis dan (BHN) Basuki.
Tim juga sudah memastikan draf yang sudah berpindah tangan tersebut sama dengan draf asli yang ada di MK yang belum dibacakan," katanya.
Dari Rawamangun, tim KPK bergerak ke Sunter untuk mengamankan Basuki yang diduga sebagai pihak pemberi suap. Setelah mengamankan Basuki dan sekretarisnya Ng Fenny, tim kemudian mengamankan Patrialis di GI pada malam harinya.
"Indikasi suap ada di pagi hari ketika PAK komunikasi dengan KM (Kamaludin) di lapangan golf Rawamangun. Tim punya pertimbangan tersendiri untuk memastikan transaksi itu benar-benar terjadi," terang Febri.
Febri menegaskan, penangkapan terhadap Patrialis sudah sesuai peraturan perundang-undangan, meskipun saat ditangkap tidak ditemukan uang yang diduga telah diterimanya.Dalam Pasal 1 angka 19 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan operasi tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana.