Politikus Hanura Sebut Bos Freeport Chappy Hakim Lakukan Tindakan Premanisme
Partai Hanura mengecam tindakan Presiden Direktur PT Freeport, Chappy Hakim, yang dinilai melakukan tindakan tidak terpuji.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Hanura mengecam tindakan Presiden Direktur PT Freeport, Chappy Hakim, yang dinilai melakukan tindakan tidak terpuji di ruang Komisi VII DPR RI, Kamis (9/2/2017).
Hal itu disampaikan Ketua DPP Hanura yang juga Wakil Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani, Kamis (9/2/2017) di Jakarta.
"Itu tindakan premanisme dan tindakan buruk yang tak patut dilakukan oleh Direktur Freeport, Cheppy Hakim terhadap Anggota DPR yang juga kader Partai Hanura," kata Benny.
Baca: Tunjuk-tunjuk Anggota DPR, Akbar Faisal Sebut Bos Freeport Chappy Hakim Berperilaku Barbar
Baca: Anggota Komisi VII Mengaku Ditunjuk-tunjuk Bos Freeport Indonesia Usai Rapat di DPR
Sebelumnya, Anggota Komisi VII dari Hanura Muchtar Tompo mendapat perlakuan tidak pantas dari Chappy Hakim.
Muchtar mengaku ditunjuk-tunjuk dan dimarahi Chappy Hakim terkait pertanyaannya soal Freeport di dalam rapat.
Tindakan itu, kata Benny, adalah bentuk penghinaan terhadap bangsa dan negara.
"Sebagai Anggota DPR, Muchtar Tompo ini bukan mewakili partai, tapi dia mewakili rakyat Indonesia di Parlemen. Dia juga mewakili negara lho," kata Benny.
Untuk itu kata Benny Rhamdani, dirinya meminta agar Dirut PT Freeport yang juga mantan KSAU itu segera meminta maaf bukan hanya ke Kader Hanura, tapi juga ke masyarakat luas.
"Harusnya sebagai mantan militer berpegang teguh pada Sapta Marga, jangan karena sudah pensiun dia lebih mementingkan asing dan mengabaikan negaranya sendiri," pinta Benny.
Jadi kata dia, ini merupakan tindakan penghinaan tidak saja ke partai Hanura, tapi juga tindakan penghinaan terhadap masyarakat Indonesia dan lembaga resmi DPR RI.
"Ini penghinaan dan mengangkangi kehormatan negara. Bukan hanya mempermalukan lembaga DPR, tapi juga menyakiti bangsa sendiri. Tindakan Chapy Hakim bukan saja sebagai 'Contemp of Parlement', tapi nyata-nyata menghina bangsa Indonesia," tukas Benny.