Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Serumit yang Dibayangkan, Begini Serunya Menjajal e-Voting di Pilkades Babakan

Percobaan pemilihan kepala desa (Pilkades) berbasis e-Voting di Desa Babakan Bogor tak serumit yang dibayangkan.

zoom-in Tak Serumit yang Dibayangkan, Begini Serunya Menjajal e-Voting di Pilkades Babakan
KBR/Bambang Hari
Sebagai percobaan mulai digelar pemilihan kepala desa (Pilkades) berbasis e-voting di Desa Babakan,Kecamatan Ciseeng, Bogor. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak lama, teknologi e-Voting Pemilu sudah direncanakan akan dipakai. Bahkan, teknologi e-Voting diproyeksikan bisa dipakai pada Pilpres 2014 yang lalu.

Sayangnya, hal itu urung dilaksanakan karena belum siapnya penyelenggaraan pemilu dan masyarakat. Sebagai percobaan mulai digelar pemilihan kepala desa (Pilkades) berbasis e-Voting di Desa Babakan Bogor.

Seperti apa pilkades e-Voting itu? Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).

Di Minggu pagi, sekitar sepuluh ribuan orang tumpah ruah di sebuah lapangan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor.

Rupanya, mereka sedang mengikuti pemilihan kepala desa untuk pertama kalinya. Ada tiga calon yang akan bertarung, yakni : Apendi, Ruslan, dan Mochammad Zein.

Beda dari pilkades sebelumnya, pemilihan kali ini tak menyediakan kotak surat suara atau kertas suara yang diserahkan ke tiap-tiap pemilih.

Itu karena pilkades Desa Babak terpilih melakukan pilkades e-Voting atau pemilu berbasis elektronik yang akan jadi miniatur pemilu kepala daerah suatu saat nanti.

Berita Rekomendasi

Para pemilih dibekali kartu pintar berwarna biru kombinasi putih atau disebut smart card e-Voting.

Seorang pemilih yang terdaftar, Aryadi mengaku tak gagap saat masuk  ke bilik suara. Di dalam bilik, ia hanya perlu  menyentuh gambar calon kades pilihannya.

Saat ditanyakan apakah ia mengerti dengan sistem e-Voting. Ia pun menyatakan proses e-Voting lebih gampang.

“Meski ada petugas, tapi saya bisa sendiri. Karena sebelumnya sudah ada simulasi. Tapi mungkin yang masih belum paham ada juga yang tidak mengerti, tapi di depan bilik suara ada petugas yang akan membantu. Harapannya pemilu bisa seperti ini, ”ungkap Aryadi.

Pilkades E-Voting

Penyelenggaraan pilkades e-Voting ini tak serumit yang dibayangkan. Pemilih hanya perlu membawa e-KTP dan surat undangan pilkades. Bagi yang belum punya e-KTP, boleh menggunakan KTP manual.

Selanjutnya, petugas akan menempel e-KTP pemilih ke alat pembaca, dan  seketika itu juga identitas serta foto pemilih muncul di laptop petugas.

Sistem ini berguna untuk memastikan pemilih merupakan warga setempat dan menghindari KTP palsu.

Ada tiga petugas yang bakal memindai e-KTP pemilih di masing-masing TPS. Setelah itu, peserta yang data-datanya valid akan masuk ke dalam  Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Kemudian, pemilih diarahkan ke meja pembagian kartu pintar berwarna biru kombinasi putih atau smart card e-Voting.

Kunci sukses dari pelaksanaan pilkades berbasis elektronik terletak pada kartu pintar (smart card e-voting).

Nantinya, kartu itu akan dimasukkan ke mesin pembaca semacam layar komputer, yang secara otomatis akan memunculkan tiga gambar calon kades.

Selanjutnya, pemilih tinggal sekali sentuh dan proses pemilihan pilkades sudah selesai.Saat ditanya pendapat warga mengenai sistem pemilihan pilkades berbasis elektronik, berikut pendapat para warga.

“Sudah, pokoknya enak yang ini deh (e-pilkades). Mendingan ini daripada sistem coblos. Lebih gampang dan tidak repot, meski baru pertama kali. Pertama kita tuker kartu  (undangan) dengan cip, lalu masuk ke bilik, di bilik ada layar yang menampilkan tiga calon kepala desa, lalu saya sentuh pilihan saya, “ungkap Erna.

Selain Erna, warga lainnya bernama Mulyadi juga menganggap sistem e-pilkades jauh lebih mudah.

“Kayaknya sistem yang ini lebih praktis. Tinggal colek-colek saja. Awalnya kita antri dulu seperti biasa tunggu giliran. Dengan proses seperti ini proses lebih cepat. Ke depannya lebih baik pakai yang sistem seperti ini, “ujar Mulyadi.

Berbeda dengan dua warga sebelumnya, Yuli menceritakan kesulitannya saat menggunakan sistem e-pilkades.

“Langsung masuk dan langsung milih. Di dalam ada semacam komputer yang menampilkan gambar calon kepala desa. Meski sebelumnya sudah ada sosialisasi dan simulasi, tapi karena ini kali pertama saya sempat bingung dan salah sentuh. Jadi saat kita sentuh kepala desa yang kita pilih, gambar dua calon lain langsung hilang. Setelah itu terakhir tekan ya (tombol warna hijau), “papar Yuli.

Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Andrari Grahitandaru, mengatakan pilkades elektronik ini bisa jadi solusi atas kesalahan DPT dan kecurangan penghitungan suara.

"Dalam pemilu manual, banyak sekali masalah semisal suara yang tidak sah, penghitungan tidak akurat. Itu bisa diselesaikan melalui mekanisme e-voting. Tapi di luar itu, ternyata masih ada masalah lain, yakni masalah validasi pemilih. Bayangkan, pemilih yang datang itu hanya membawa secarik kertas. Bahkan kadang-kadang tanpa NIK. Jadi tidak valid,"kata Andrari Grahitandaru.

Andrari juga mewanti-wanti terhadap ancaman para hacker dalam pelaksanaan e-pilkades.

“e-Voting itu memang konotasinya dengan hacker. Sebab seluruh e-Voting di luar negeri selalu terhubung ke jaringan. Beda dengan yang BPPT rancang karena tidak terhubung ke jaringan sama sekali. Jadi, aman dari hacker dan tak pakai listrik PLN. Bisa gunakan aki. Perangkat ini telah dirancang sedemikan rupa sehingga jika  listrik  tiba-tiba mati, tidak jadi masalah karena mesin bisa dinyalakan kembali,“ papar Andrari Grahitandaru.

Sementara itu, Ketua KPU, Juri Ardiantoro, mendukung penerapan teknologi untuk pemilu. Ia menyarankan agar pemilihan kepala daerah sebaiknya menggunakan e-Voting.

“Ini merupakan proses yang baik untuk memilih kepala desa atau pejabat publik. Dalam konteks yang lebih luas, ini menjadi cara kita untuk secara bertahap mempersiapkan pemilu dengan sistem elektronik. Jadi mudah-mudahan ini menjadi praktek yang bisa dicontoh agar kita mulai belajar, mendesain peraturan dan mulai mencoba pemanfaatan teknologi dalam pemilu kita, “ ujar Juri Ardiantoro.

Lebih lanjut Juri mengungkapkan , penerapan e-voting ini masih terbentur Undang-Undang.

“Soal target kapan ini akan dilaksanakan secara lebih luas, bukan hanya menjadi domain penyelenggara. Sebab ini juga harus dimulai dari pengaturan, jadi Undang-undangnya juga harus disiapkan untuk melegitimasi penggunaan teknologi dalam pemilu. Kalau nanti undang-undangnya sudah mewajibkan penyelenggaraan pemilu dilaksanakan secara elektronik, maka KPU tinggal mendesain konsepnya, “ tutupnya.

Penulis : Bambang Hari/ Sumber : Kantor Berita Radio (KBR)  

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas