Sikap Rasis Steven terhadap Gubernur NTB Harus Diadili Tanpa Perlu Tunggu Laporan Polisi
"Penghinaan etnis kepada seseorang memang dapat dijerat dengan pasal penghinaan sesuai KUHP pasal 315."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah kalangan bereaksi keras terhadap perilaku dan ucapan penuh kebencian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa di Singapore, Steven Hadisurya Sulistyo.
Ucapannya terhadap Tuanku Guru Bajang adalah "Dasar Indo, dasar Indonesia, dasar pribumi, tiko," yang diucapkan dengan penuh kebencian di Bandara Changi Singapura.
Steven adalah warga Jakarta Barat, yang berada di Singapore, saat melontarkan ucapan tersebut kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Zainul Majdi dan istrinya, Erica Zainul Majdi.
"Penghinaan dan rasisme oleh seorang penumpang di Bandara Changi itu seharusnya polisi bisa langsung bertindak, sebelum publik bereaksi berlebihan," kata Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, yang mewakili daerah pemilihan NTB di Jakarta, Jumat (14/4/2017).
"Penghinaan etnis kepada seseorang memang dapat dijerat dengan pasal penghinaan sesuai KUHP pasal 315. Tetapi, setelah diundangkannya UU No 40 tahun2008 tentang Penhapusan diskriminasi ras dan etnis, maka penghinaan etnis bukan delik aduan," tambah politisi PKS ini.
Menurut Fahri, sekalipun Gubernur NTB telah memaafkan pelaku dan pelaku telah meminta maaf, tapi karena UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, maka tindakan hukum tidak bisa dihentikan.
Rasisme memang mendapatkan hukuman berat misalnya di kancah Liga Inggris, saat Luis Suarez melontarkan ucapan dan hinaan terhadap Patrice Evra, hukumannya adalah nyaris membuat pemain itu kehilangan pekerjaan selama-lamanya sebagai pesepakbola profesional.
Fahri berpendapat bahwa tindakan oknum penumpang yang menghina Gubernur NTB dengan kata-kata yang sangat tidak pantas itu tidak saja menyinggung individu gubernur tetapi semua warga negara yang merasa memiliki identitas yang sama.
"Karena itu, seharusnya polisi bertindak cepat dan tegas, tidak boleh nunggu sebab penghinaan dan diskriminasi ini dirasakan oleh banyak orang. Jadi, ia bukan detik aduan. Polisi bisa langsung bertindak agar publik mengetahui adanya penegakan hukum terhadap pelaku," katanya.
Kasus SARA ini memang menghiasi media sosial sepanjang Sabtu, kemarahan dan caci makin atas perilaku Steven menjadi viral dan masih terus menyulut emosi akibat perilaku dan kebencian berlebihan yang telah dilakukan Steven.
Sementara itu, pengurus besar Nahdlatul Wathan (NW) DKI Jakarta dan Jawa Barat mendatangi Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (14/4/2017).
Kedatangan mereka dalam rangka melaporkan Steven Hadisuryo Sulistiyo terkait penghinaannya terhadap Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Zainul Majdi.
“Kami pengurus Wilayah Nahdlatul Wathan DKI Jakarta dan Jawa Barat, sengaja datang ke Polda Metro Jaya ini untuk mengadu terkait ulah daripada Steven yang melontarkan pernyataan arogan terhadap Gubernur NTB,” ujar Ketua Pengurus Wilayah NW DKI Jakarta, Muslihan Habib.
NW mendorong Steven tidak hanya meminta maaf secara pribadi kepada TGB.
Mereka mendorong mahasiswa berusia 25 tahun itu juga meminta maaf kepada warga NW, umat Islam, dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
“Itulah kami datang ke Mapolda Metro Jaya ini, untuk koordinasi dengan Mapolda Metro Jaya ini supaya Steven ini mau minta maaf kepada masyarakat NW khususnya, dan masyarakat Indonesia secara umum. Umat Islam juga," kata Muslihan.
Kejadian penghinaan tersebut terjadi Ahad (9/4/2017) pukul 14.30 waktu Singapore.
Saat itu, Gubernur NTB yang biasa dipanggil Tuan Guru Bajang (TGB) sedang mengantre di counter check in Bandara Changi, Singapura.
Lalu, ia keluar dari antrean untuk sejenak melihat jadwal penerbangan dan beberapa saat kemudian kembali ke barisan.
Tiba-tiba dari arah belakang TGB, Steven marah kepadanya dan melontarkan kata-kata bernada SARA dan kebencian.
Menurut Ketua Umum NW Wilayah Jawa Barat, Wahyu Setiawan, penghinaan tersebut juga berlangsung di pesawat.
Ketika pesawat mendarat di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, TGB langsung melaporkan Steven ke kepolisian bandara.
“Awalnya, kan Pak Gubernur sedang antre di bandara Changi. Kemudian, beliau ingin keluar dari antrean untuk melihat jadwal penerbangan. Setelah itu, beliau masuk lagi ke barisan. Steven yang ada di belakangnya, langsung marah–marah ke Pak Gubernur dan mencaci maki beliau,” kata Wahyu, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Steven sendiri telah melayangkan surat permohonan maaf yang telah dibubuhi materai.
Menurut surat tersebut, ia mengakui dirinya melayangkan kata-kata bernada sara yaitu “Dasar Indo, Dasar Indonesia, Dasar Pribumi, Tiko!”
“Steven mengatakan bahwa Pak Zainul Majdi itu “Dasar pribumi, dasar Indo dan Tiko dan dia juga mengumpat yang lainnya. Dia memang orang Tionghoa dan menghina orang Indonesia, padahal dia orang Indonesia dan mencari nafkah di Indonesia,” kata Wahyu.
TGB sendiri sudah memaafkan sikap Steven.
Namun, pihak NW sendiri mengatakan akan terus mengusut kasus ini hingga ke pidana.
“Beliau sudah memaafkan, tetapi kami dari warga NW merasa tidak puas. Supaya ada efek jera terhadap Steven. Ini memecah kebhinekkaan masalahnya, tidak hanya dari warga NW, tetapi juga terhadap warga Indonesia. Bahaya. Sara larinya seperti ini,” ujar Wahyu.