Tak Ada Ancaman Sebelum Mobil Berpenumpang Satu Keluarga Diberondong Tembakan Bripka K
Dari penyelidikan sementara Propam Polda Sumatera Selatan dan Mabes Polri, diketahui ada kesalahan prosedur dilakukan Bripka K.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Adi Suhendi
Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain saat upaya menghentikan pelaku kejahatan.
Serta saat sedang mencegah larinya pelaku kejahatan yang merupakan ancaman terhadap keselamatan anggota Polri atau masyarakat.
Adapun pembelaan diri atau alasan Bripka K melepaskan hingga sepuluh tembakan ke mobil itu lantaran pengemudi tidak ada tanda-tanda akan turun setelah tembakan pertama ke arah ban.
Selain itu, kaca mobil tersebut gelap sehingga tidak terlihat penumpangnya dari luar.
Sementara, lokasi kejadian terbilang rawan kejahatan seperti begal.
Bripka K menyimpulkan penumpang mobil pelaku kejahatan hingga akhirnya dia melepaskan sepuluh tembakan dengan senjata serbu SS1V2 yang dibawanya.
Namun, kesimpulan dan keputusan menembak Bripka itu salah karena tujuh orang di mobil yang ditembakinya adalah satu keluarga yang hendak berangkat kondangan acara pernikahan.
Seorang penumpang di antaranya, Surini (55), tewas tertembus peluru Bripka K.
"Pemeriksaan oleh Propam ditentukan Perkapolri itu supaya bisa menilai apakah tindakan oleh seorang anggota Polri pada saat razia tersebut sudah tepat atau tidak," kata Rikwanto.
Rikwanto memastikan akan ada sanksi etik dan hukum pidana jika ditemukan cukup bukti Bripka K melakukan kelalaian atau penyalahgunaan senjata api.
Sebab, kasus ini mendapat perhatian dari Kapolri Jenderal Titp Karnavian dan Kapolda Sumsel Irjen Agung Budi Maryoto.
"Menurut Kapolri, anggota Polri boleh mengambil diskresi di lapangan. Namun, mana kala penilaian tersebut salah atau kurang tepat, maka risiko bagi dirinya dan ada akibatnya," katanya.
"Ada istilah kalau polisi itu, 'Satu kaki di kuburan dan satu kaki lagi di penjara'. Begitu," ujarnya.