Awalnya Mendukung, Setelah Itu Ramai-ramai 'Balik Badan' Tolak Hak Angket KPK
Awalnya, mendukung dan membiarkan para politisinya bermanuver di Senayan, kini ramai-ramai menyatakan penolakan.
Editor: Hasanudin Aco
"Anda kan sudah tahu posisi Pak Fahri di mana. Jadi PKS-lah yang sejak awal konsisten menolak hak angket. Buktinya kami tidak ada satupun yang menandatangani," ujar Sohibul.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bahkan menyatakan akan melalukan perlawanan jika hak angket tetap diteruskan di tingkat Pansus.
"Kami akan lawan dengan cara apapun, tentu. Kalau memang tidak mengirim (perwakilan) bisa menyelesaikan masalah ya kami tidak kirim. Kalau tidak menyelesaikan masalah, ya kami tarung di dalam," ujar dia.
Menurut Zulkifli, hak angket bisa berujung pada jatuhnya pemerintahan karena muara hak angket adalah hak menyatakan pendapat kepada Presiden.
Kerja KPK untuk mengusut kasus-kasus korupsi menurutnya tak boleh diganggu.
"Menyatakan pendapat, bisa jatuh pemerintah," kata Ketua MPR RI itu.
Orientasi Pemilu 2019
Sikap "balik badan" seperti ini bukan kali pertama terjadi di pemerintahan era Presiden Joko Widodo.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, hal yang sama terjadi pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Hak angket terkait kenaikan harga BBM itu sempat membuat popularitas Presiden dua periode itu anjlok.
Sama seperti situasi saat ini, aktor utama hak angket saat itu juga merupakan partai pendukung pemerintah.
"Ini penyakit. Memang seperti itu. (Situasi saat ini) Enggak ada beda antara Pak SBY dua periode itu yang juga mengalami hal yang sama. Ini bukan hal yang pertama, bukan hanya dialami Pak Jokowi," kata Siti, saat dihubungi, Selasa (2/5/2017) malam.
"Enggak kurang-kurang Pak SBY sudah mengakomodasi kepentingan partai-partai tapi nyatanya kebijakan Pak SBY mau naikkan BBM saja susahnya setengah mati," lanjut dia.
Pertama, kata Siti, harus dilihat apa tujuan utama hak angket itu bergulir.