Adik Gus Dur Lihat Kemunculan Konflik antara Keindonesiaan dengan Keislaman
Muncul kelompok yang merasa mereka yang paling Islam dan kelompok yang satu mereka paling Indonesia.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng, Salahuddin Wahid atau Gus Solah menyampaikan pidato sambutan dalam acara Seminar Pemikiran Hadratus Syaikh KH M Hasyim Asyari yang digelar di Kompleks MPR/DPR Senayan, Jakarta, Sabtu (6/5/2017).
Pada pidatonya, Gus Solah melihat kemunculan kembali gejala konflik antara Keindonesiaan dengan Keislaman.
Adik kandung Presiden ke-3 RI Almarhum Abdurrachman Wahid atau Gus Dur menilai gejala ini terjadi di pemilihan kepala daerah DKI.
Muncul kelompok yang merasa mereka yang paling Islam dan kelompok yang satu mereka paling Indonesia.
“Yang memilih Ahok-Djarot dianggap non Islam dan munafik. Sedangkan yang memilih Anies-Sandi anti Indonesia dan intoleran. Anggapan itu sungguh keliru,” ujar Gus Solah.
Gus Solah tidak melarang jika pemikiran itu muncul di individu masyarakat, namun juga bukan berarti diucapkan dan untuk menghakimi orang lain.
“Bahkan ada yang melarang sholat untuk jenazah. Ada anggapan yang tidak milih Ahok bertentangan dengan konstitusi, ini juga keliru,” kata Gus Solah.
Untuk mengatasi gejala ini, Gus Solah menyarankan perlunya dialog lintas agama maupun di dalam kelompok Islam itu sendiri.
“Dialog itu harus dilakukan dengan hati dan kepala dingin. Perbedaan pandangan antardua kelompok di atas harus diselesaikan dalam dialog, tidak bisa diselesaikan dengan unjuk rasa atau mengirim karangan bunga dalam jumlah banyak,” kata Gus Solah.