Franz Magnis: tak Hormati Pancasila dan Simbol-simbolnya Tidak Boleh Diberi Tempat di Indonesia
Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak 'diserang' ideologi transnasional.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak 'diserang' ideologi transnasional.
Bahkan kini ideologi-ideologi telah menimbulkan gejolak di masyarakat, terutama ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu ideologi Pancasila.
"Di luar nilai kebangsaan dan agama, bila ada ideologi atau paham yang tidak menghormati NKRI dengan Pancasila dan simbol-simbolnya tidak boleh diberi tempat di Indonesia. Itu sama dengan Marxisme dan Leninisme," kata tokoh kebangsaan Romo Franz Magnis Suseno, Rabu (10/5/2017).
Menurutnya, Indonesia dibangun dari sendi-sendi keberagaman baik dari suku, agama, ras, budaya, dan lain-lain. Dan sejauh ini keberagaman justru menjadi kekuatan Indonesia dalam menghadapi upaya-upaya yang ingin memecah belah NKRI.
Karena itu, di tengah kondisi yang terjadi akhir-akhir ini, Romo mengajak seluruh bangsa untuk melakukan introspeksi demi untuk membendung dan memerangi ideologi transnasional, apalagi yang menggunakan 'kendaraan' agama.
"Apalagi ideologi itu terbukti sudah diselundupkan melalui perguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Kalau tidak cepat diatasi, ini bisa mensubversikan bangsa Indonesia," ujar Romo Magnis.
Seperti diketahui, Senin (7/5/2017), pemerintah melalui Menko Polhukam Wiranto mengumumkan pembubaran organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ada tiga alasan yang mendasari keputusan itu yaitu pertama sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Romo Magnis menilai tanpa melihat dari sisi agama, langkah pemerintah membubarkan HTI itu sudah tepat dan memang sudah pada waktunya. Tetapi ia juga sependapat bila itu dilakukan melalui jalur hukum.
"Tentu saja ini menambah beban dalam kehidupan berbangsa masyarakat Indonesia. Apalagi kasus penistaan yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) masih terus 'panas' meski putusan kemarin telah dijatuhkan hakim," ungkap Romo Magnis.
Terkait dengan itu, Romo Magnis mengajak seluruh pihak untuk menghormati keputusan hukum sambil menunggu aksi hukum lagi yang akan dilakukan setelah Ahok divonis dua tahun penjara dan langsung dijebloskan ke LP Cipinang.
Romo Magnis mengaku khawatir dengan rentetan kejadian di Indonesia selama Pilkada 2017 sampai dengan terakhir pembubaran HTI ini.
Menurutnya, stabilitas nasional yang tidak stabil justru akan memudahkan masuknya ideologi-ideologi transnasional lainnya ke Indonesia.
Tentu saja ini sangat bahaya, karena kebanyakan ideologi transnasional itu bertujuan untuk merusak NKRI yang ber-Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dari situlah ia meminta agar negara perlu jelas membuat peraturan bahwa ideologi apapun yang tidak sesuai dengan ke-Indonesiaan dan kontrak yang mendasari keputusan membentuk bersama negara Indonesia oleh para pahlawan bangsa di era Kemerdekaan, tidak boleh berada di Indonesia.
Ia juga mengimbau agar masyarakat terus meningatkan pemahaman dan peningkatan orientasi tentang itu, serta memperkuat ideologi bangsa yaitu Pancasila.
"Kita harus bersatu dengan memperkuat kebhinekaan Indonesia demi untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Kalau kita terus berseteru dan memperlebar perbedaan, ini akan mengancam NKRI," jelas Romo Magnis.