Dua Saran Muhammadiyah kepada Pemerintah agar Tak Muncul Kelompok Anti-Pancasila
Mu'ti menambahkan, demokrasi harus diperkuat tidak hanya sebagai sebuah sistem, melainkan sebuah kultur.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya organisasi kemasyarakatan (ormas) yang memiliki ideologi tidak selaras dengan Pancasila dikarenakan adanya momentum kegagalan sistem demokrasi yang diusung pemerintah.
Demikian disampaikan Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam sebuah diskusi di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (19/5/2017).
Dan oleh karena itu, kata dia, untuk mengantisipasi munculnya ormas yang dianggap anti-Pancasila layaknya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ada dua hal yang perlu dilakukan pemerintah.
Pada prinsipnya, pemerintah mesti meyakinkan bahwa sistem demokrasi yang diusung dengan dasar negara Pancasila, tidak gagal.
Pertama, yaitu dengan adanya pemimpin yang terbaik yang dipilih secara damai dan adil. Kedua, kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
"Di antara sebab HTI ini punya momentum adalah karena demokrasi ini gagal memilih pemimpin yang terbaik secara damai dan fair. Maka dari itu, tantangan ke depan untuk membendung gerakan seperti HTI ini memang kita harus mampu menjawab kritik itu dengan bukti," kata Mu'ti.
Mu'ti menambahkan, demokrasi harus diperkuat tidak hanya sebagai sebuah sistem, melainkan sebuah kultur.
Menurut dia, tidak bisa dibiarkan lagi adanya demokrasi transaksional, yang menyebabkan perpecahan.
"Kalau kita terpecah belah lagi, maka, mohon maaf ide-ide HTI yang anti-negara dan anti-demokrasi itu semakin mendapatkan penguatan. 'Tuh kan, apa yang Anda peroleh dengan demokrasi itu? Pemimpin terbaik tidak diperoleh. Pecah belah, sudah pasti'," kata Mu'ti.
Selain itu, Mu'ti juga melihat, ormas semacam HTI ini juga menunjukkan kritik bahwa ada kapitalisme atau bentuk penistaan ekonomi terhadap orang kecil.
"Sehingga kalau kita bisa membangun negara Pancasila ini menjadi negara adil dan makmur, saya kira gagasan (yang diusung HTI) akan berubah," ucap Mu'ti.