Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Indonesia Raya Incorporated: Empat Syarat Indonesia Sejahtera

Ada empat syarat yang harus dipenuhi para pemangku kepentingan jika ingin tercapai Indonesia sejahtera berdasarkan Pasal 33 UUD 1945.

Penulis: Y Gustaman
zoom-in Indonesia Raya Incorporated: Empat Syarat Indonesia Sejahtera
Istimewa
FGD 'Poros Ekonomi Indonesia Tengah Untuk Kemakmuran Seluruh Indonesia' di LPPM Universitas Sebelas Maret, Senin (29/5/2017). Nara sumber yang dihadirkan (kiri - kanan) : Anggota Tim Ahli Ekonomi IRI, Prof DR Ir Darsono MSi (Universitas Sebelas Maret, Surakarta) dan DR Y Sri Susilo MSi (Universitas Atma Jaya Yogyakarta), Prof Sulistyo Saputro MSi PhD (Ketua LPPM UNS) dan Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) AM Putut Prabantoro, penggagas sistem ekonomi IRI. ISTIMEWA 

TRIBUNNEWS.COM, SURAKARTA - Ada empat syarat yang harus dipenuhi para pemangku kepentingan jika ingin tercapai Indonesia sejahtera berdasarkan Pasal 33 UUD 1945.

Keempat syarat itu adalah, Kemandirian masyarakat dan daerah, integrasi ekonomi antar pemangku kepentingan, kelembagaan masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan potensi wilayah.

Empat syarat itu harus ditopang dengan menyelamatkan fase emas energi untuk kemakmuran Indonesia dengan mendorong peran aktif pemda dan  pengelolaan berbasis gotongroyong antara BUMN, BUMD dan BUMDes.

Demikian ditegaskan Tim ahli ekonomi Indonesia Raya Incorporated (IRI), Prof DR Ir. Darsono MSi, yang juga Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta dalam Focus Group Discussion (FGD)  yang diadakan LPPM UNS,  bertemakan, “Poros Ekonomi Indonesia Tengah Untuk Kemakmauran Seluruh Rakyat Indonesia”, Senin (29/5/2017).  

Baca: Hanya Dibutuhkan Tiga Tahun Membangun Poros Ekonomi Indonesia Tengah

Baca: IRI Usulkan Tiga Poros Wilayah Ekonomi untuk Percepatan Kesejahteraan

Hadir juga sebagai pembicara, Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) AM Putut Prabantoro dan anggota tim ahl ekonomi IRI, DR Y. Sri Susilo MSi yang juga dosen Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Berita Rekomendasi

Dalam paparannya Darsono menyampaikan, fakta pengelolaan energi Indonesia sangat jauh berbeda dengan kebijakan energi nasional. 

Sebagai contoh kebijakan energi untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya energi yang seharusnya diturunkan dalam bentuk kebijakan pendukung berupa pengembangan infrastruktur, perluasan akses masyarakat dan industri energi yang justru sebaliknya banyak rent seeking dalam tata kelola energi (ingat gaduh migas hingga kini).

“Di sisi lain dalam bentuk tata kelola kelembagaan, dimana pemerintah daerah semakin kuat dalam tata kelola energi, justru saat ini merupakan saat emas pengelolaan energi yaitu, dengan mendorong peran aktif pemda, pengelolaan berbasis gotongroyong antara BUMN, BUMD dan BUMDes. Jadi bukan lagi sentralistrik seperti yang terjadi selama ini yang justru rawan terhadap rent seeking,” jelas Darsono.

Secara gamblang Darsono menyampaikan rancang bangun (holding) versi “Indonesia Raya Incorporated Menuju Kemakmuran Bangsa” dalam bentuk continuum (berkelanjutan) dan mengintegrasikan (convergensi) visi para pihak yang terlibat yakni Pemerintah pusat (BUMN), pemerintah provinsi dan kabupaten (BUMD) dan pemerintah desa (BUMDes).

“Indonesia memiliki peluang sebagai negara maju berdaulat sejahtera adil dan makmur berdasarkan fakta potensi poros laut secara rasional. Indonesia memiliki daya dukung sumberdaya energi pada fase emas yang segera harus diselamatkan untuk kemakmuran. IRI menjadi alternatif yang prospektif dengan semangat gotong royong secara vertikal dan horizontal  antara pemerintah pusat,  provinsi,  kabupaten dan desa. Dalam hal ini kemudian, Kabupaten menjadi penghela antara Provinsi dan Desa,” tegas Guru Besar UNS itu.


Oleh karena itu, empat syarat untuk mewujudkan kemakmuran Indonesia dapat dilakukan dengan kemandirian masyarakat dan daerah, integrasi ekonomi antar pemangku kepentingan, Kelembagaan masyarakat, dan optimalisasi pemanfaatan potensi wilayah.

Implementasi IRI yang dimulai dengan penguasaan energy oleh negara (pemerintah pusat dan daerah) merupakan satu langkah convergensi dari potensi kelembagaan ekonomi masyarakat yang berbasis gotong royong.

“Bagaimana sejatinya tata laku gotong royong di lapangan ? itu yang menjadi persoalan kita bersama. Apakah spirit gotong royong masih ada dalam budaya Indonesia ataukah hanya sekedar jargon politik? Itu bisa dilihat dari fakta yang ada. Apakah masih ada usaha bersama berasaskan gotong royong, dikuasai negara apa artinya dan kapan kemakmuran rakyat akan tercapai ? Semua harus ada target dan itu diperlukan kerjasama antar pemangku kepentingan” tegas Darsono.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas