Pansus Hak Angket Terbentuk, KPK Pertanyakan Keabsahannya
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mempertanyakan keabsahan Pansus tersebut.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI tetap membentuk Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), walaupun hanya terdiri dari lima fraksi yakni Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, dan Fraksi NasDem.
Hak angket ini bertujuan mendesak KPK untuk membuka Berita Acara Pemeriksaa (BAP) dan rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura, Miryam S Haryani.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mempertanyakan keabsahan Pansus tersebut.
Baca: Fraksi PKS dan Demokrat Tidak Kirim Anggota ke Pansus Angket KPK
Ini merujuk pada Pasal 201 UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang mensyaratkan unsur hak angket harus terdiri dari seluruh fraksi.
"Artinya tentu saja harus semua fraksi sampaikan anggotanya baru Pansus Angket memenuhi ketentuan UU," terang Febri, Selasa (30/5/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Febri melanjutkan Pansus Hak Angket tanpa perwakilan seluruh fraksi memiliki resiko hukum. Termasuk mengenai status penggunaan anggaran dan fasilitas yang digunakan oleh Pansus.
"Jika pansus tetap dipaksakan terbentuk meski belum semua fraksi sampaikan usulan anggotanya tentu akan beresiko dengan UU karena apakah itu sah atau tidak sah jadi persoalan hukum kembali," ujar Febri.
Baca: Lima Fraksi Serahkan Nama Anggota Pansus Angket KPK
Febri melanjutkan apabila Pansus tidak sah, nantinya status penggunaan anggaran dan seluruh fasilitas yang digunakan oleh Pansus akan dipertanyakan kewajiban hukumnya.
Itu semua tentu harus dijawab secara clear.
Sehingga, kata Febri pihaknya akan melihat konsekuensi hukum terkait pembentukan Pansus yang tidak memenuhi persyaratan dalam UU MD3 ini.
Lagi-lagi karena anggaran dan fasilitas yang digunakan Pansus berasal dari APBN.