Dugaan Korupsi Tambang, Hari Ini Gubernur Sultra Jalani Pemeriksaan di KPK
"Jadi kami akan ada pemeriksaan dan kami akan lihat dulu pemeriksaannya seperti apa," kata Rifai
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memeriksa Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, terkait pemberian izin usaha pertambangan kepada PT Anugrah Harisma Barakah (HAB).
Mengenakan kemeja batik Nur Alam yang hadir didampingi kuasa hukumnya Ahmad Rifai, tidak memberikan pernyatan kepada awak media.
Rifai mengatakan, kliennya sip memberikan keterangan kepada penyidik terkait kewenangannya sebagai kepala daerah yang kala itu memberikan izin di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
"Jadi kami akan ada pemeriksaan dan kami akan lihat dulu pemeriksaannya seperti apa," kata Rifai di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/7/2017).
Sejak KPK menetapkan tersangka terhadap Nur Alam pada Agustus lalu, hingga kini politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini belum juga ditahan.
Menurutnya, adanya asas praduga tak bersalah terhadap kliennya apalagi Nur Alam hanya menjalankan kebijakan yaitu mnengeluarkan izin tambang di tempat dirinya menjabat.
"Ini kan semuanya menggunakan asas praduga tak bersalah jadi pasti akan dilihat seperti apa sih begitu," katanya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Nur Alam, sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang terkait persetujuan izin usaha pertambangan.
Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan tiga SK dalam kurun waktu 2009-2014.
Pertama, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, ke-dua Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Sementara yang ke-tiga adalah SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah.
PT Anugerah adalah perusahaan yang mendapat izin melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Nur Alam diketahui pernah menerima uang 4,5 juta dolar dari Hongkong yang berafiliasi dengan PT Billy Indonesia.
Perusahaan tersebut membeli nikel dari PT Anugrah Harisma Barakah. Pada kasus tersebut, selai mencegah Nur ke luar negeri, KPK telah mencegah tiga orang lainnya.
Mereka adalah Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi, pemilik PT Billy Indonesia Emmy Sukiati Lasimon dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Burhanuddin.
Dalam kasus ini, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1, atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.