Penjelasan Konsep Khilafah dalam Islam Menurut Yusril Ihza Mahendra
Ia mencontohkan, ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengangkat Presiden Sukarno sebagai Waliyyul Amri Ad Dlaruri Bisy Syaukah, atau pemimpin.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Khilafah atau konsep kepemimpinan sesuai Islam, menurut ahli tata negara sekaligus Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, sangat tergantung dengan tafsiran masing-masing orang.
Kepada wartawan usai menghadiri diskusi di Gedung Bukopin, Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2017), Yusril Ihza Mahendra yang juga merupakan pengacara Hibut Tahrir Indonesia (HTI) mengatakan, Indonesia sedikit banyaknya sudah menganut sistem khilafah.
"Khilafah itu kan soal tafsiran," ujarnya.
Ia mencontohkan, ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengangkat Presiden Sukarno sebagai Waliyyul Amri Ad Dlaruri Bisy Syaukah, atau pemimpin.
Presiden juga dianggap sebagai orang yang berwenang mengurus hal-hal keduniawian, termasuk mengangkat wali hakim, bahkan mengangkat pejabat yang kemudian melantik penghulu, yang berhak menikahkan sepasang muslim.
"Bukan cuma Bung Karno, Jokowi juga (seorang ulil amri)," katanya.
Keputusan NU terkait Sukarno diputuskan di Forum Konferensi Alim Ulama NU di Cipanas tahun 1954. Presiden saat itu dianggap Waliyul Amri Dharuri Bisy Syaukah, atau penguasa pemerintahan secara darurat sebab kekuasaannya.
Karena mengusung konsep khilafah, HTI oleh pemerintah dibubarkan. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, menyebut HTI mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Untuk melancarkan upaya pembubaran HTI, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, yang antara lain berisi penyederhanaan mekanisme pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas).
HTI didampingi Yusril Ihza Mahendra, mengajukan permohonan uji materiel perppu tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jika setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai bentuk kekhilafahan yang ideal, termasuk HTI yang memiliki pemahaman sendiri soal khilafah, Yusril Ihza Mahendra memandang hal tersebut sesuatu yang wajar.
"Mengenai interpretasi mereka tentang konsep kenegaraan seperti itu, lumrah saja, kalau misal Pak Tjahjo (Kumolo) (menganggap pemimpin) yang ideal itu Kim Jong Il, sama kayak HTI yang ideal khilafah, ya lumrah saja," paparnya. (*)
Penulis: Nurmulia Rekso Purnomo