Garam Langka Tidak Menyebabkan Inflasi, Mengapa?
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengakui kebutuhan harga garam sangat tinggi.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasokan garam di dalam negeri semakin menipis.
Hal tersebut terjadi akibat produksi industri garam dalam negeri hanya mencapai 1,8 juta ton per tahun, sedangkan konsumsi masyarakat mencapai 4,3 juta ton per tahun.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengakui kebutuhan harga garam sangat tinggi.
Namun hal itu kata Suhariyanto tidak akan mempengaruhi angka inflasi.
"Kemarin harus diakui garam agak langka kemarin harga naik, kita menghitung tapi karena bobot garam itu kecil sekali hanya 0,000 sekian tidak kelihatan lah di dalam inflasi itu," ujar Suhariyanto di kantor BPS, Jakarta, Selasa (1/8/2017).
BPS kata pria yang akrab dipanggil Kecuk hanya melihat komoditas pokok yang dominan dibutuhkan banyak masyarakat.
Sedangkan garam kata Kecuk adalah komoditas pangan bergejolak (volatile).
"Karena kita hanya memperhatikan yang dominan-dominan, jadi enggak kelihatan," ungkap Kecuk.
Kecuk menambahkan harga garam bisa terselamatkan. Karena pemerintah saat ini sedang bersiap untuk membuka keran impor garam.
"Kalau nanti mudah-mudahan pemerintah membuka impor mudah-mudahan tidak. Garam bobot kecil masak enggak pakai garam mana bisa, tapi dari inflasi enggak kelihatan," kata Kecuk.